Tahun ini merupakan tahun yang paling berat bagi saya. Di tahun ini saya belajar banyak hal. Termasuk belajar beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai perubahan yang terjadi di hidup saya selama setahun terakhir.
Jadi, instead of membuat Year in Review yang berkaitan dengan konten blog seperti yang saya buat di tahun 2014 dan tahun 2015 lalu, kali ini saya mau berbagi cerita dan mimpi saya.
Tahun ini, diawali dengan keputusan besar yang diambil oleh Abang, yaitu pindah ke Jakarta.
Ya, di awal tahun 2016, Abang memang beberapa kali bolak balik ke Jakarta untuk mengikuti rangkaian proses rekrutmen di salah satu unit kementerian. Saya sempat berkali-kali make sure ke Abang apakah ia sudah yakin dengan keputusan yang dipilihnya ini. Karena Jakarta tidak pernah masuk dalam pilihan kota untuk masa depan kami.
Pada akhirnya, keputusan itu pun diambil dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah karena Abang ingin sekali bekerja di kantor pemerintahan dan saat ini kesempatan itu datang di ibukota. Pertimbangan lainnya adalah Abang juga ingin mengambil berbagai peluang yang tersebar di ibukota, dan Abang juga berharap saya bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk melanjutkan kuliah mengambil magister profesi. Harapannya, jika nanti kami kembali ke Pekanbaru, kami bisa berkontribusi lebih banyak lagi untuk kota kelahiran kami tersebut.
Yes, kami memutuskan tinggal di Jakarta hanya untuk sementara. Kalo kata Abang saat itu, paling lama 5-10 tahun lah. Setelah itu, kami akan kembali ke Pekanbaru, bersama-sama membangun kota ini.
Long story short, di awal Juni 2016, tepat di hari pertama bulan Ramadhan, kami pindah ke Jakarta. Dengan menempati sebuah kamar kost sederhana, saya dan Abang memulai hari-hari kami di ibukota.

Idul Adha 2016
Kepindahan kami ke ibukota adalah satu perubahan besar yang harus kami hadapi bersama di tahun ini. Kami yang sejak menikah belum pernah berpisah jauh dari keluarga besar, kini harus struggling bersama di Jakarta.
Dengan saling menguatkan satu sama lain, saya dan Abang menjalani hari-hari kami di ibukota. Agar tidak stress dengan kemacetan Jakarta, kami pun memutuskan menyewa sebuah unit apartemen di kawasan Kalibata. Jarak apartemen ke kantor Abang tidak jauh, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit dengan menggunakan sepeda motor. Saya pun mau ke mana-mana juga gampang karena lokasi tempat tinggal yang dekat dengan stasiun commuter.
Selama hidup di Jakarta, saya belajar menjadi istri dan perempuan yang mandiri. Berusaha sebisa mungkin mengurus semuanya sendiri. Termasuk mengurus keperluan suami. Kalo di Pekanbaru saya hanya sesekali saja menyiapkan bekal untuk Abang, tapi di Jakarta demi penghematan dan memastikan makanan yang Abang makan itu higienis, saya pun mulai membiasakan diri untuk bangun lebih awal dan rutin menyiapkan #BekalnyaAbang.
Sambil tetap menjalankan peran sebagai seorang istri, saya juga mempersiapkan diri untuk mencari beasiswa dan melanjutkan studi. Selain itu, pelan-pelan saya juga mulai memperluas networking dengan ikut serta di berbagai kegiatan.
Di akhir pekan, saya dan Abang sepakat untuk sebisa mungkin menghabiskan waktu berdua. Mengeksplor Jakarta adalah cara yang kami pilih untuk menikmati quality time bersama. Dan setiap hari Senin, saya menuliskan #CeritaAkhirPekan tersebut di blog ini.
Lima bulan tinggal di Jakarta rasanya cukup menyenangkan. Saya yang memang punya keinginan terpendam untuk bisa kuliah lagi, merasa mendapatkan jalan seiring dengan keputusan kami pindah ke sini.
Sampai akhirnya.. kecelakaan itu terjadi di penghujung bulan Oktober, di lokasi yang sangat dekat dengan tempat tinggal kami. Kecelakaan yang berujung pada kepergian Abang untuk selama-lamanya di awal November lalu.
Rasanya saat itu hidup saya hancur sekali. Sulit percaya bahwa ini takdir yang harus saya jalani. Karena saya merasa semua seolah sudah di jalurnya. Abang mendapatkan pekerjaan di bidang yang ia inginkan, dan saya bisa mengejar mimpi saya. Tapi ternyata Allah berkehendak lain.
Saya sampai berusaha mengingat dengan runut kejadian demi kejadian saat kami akan pindah ke Jakarta. Rasanya tidak ada pertanda yang menunjukkan bahwa Abang akan pergi untuk selamanya tepat 5 bulan sejak kami tinggal di kota ini.
Saat berada di ruang tunggu bandara hingga di perjalanan menuju Jakarta awal Juni lalu, saya dan Abang justru banyak berbagi pandangan tentang kehidupan seperti apa yang akan kami lalui bersama di Jakarta. Kami berdiskusi banyak hal, mulai dari apa-apa saja yang akan kami kejar selama tinggal di ibukota, kapan kami akan kembali untuk membangun Pekanbaru, rencana untuk program kehamilan, sampai pola asuh seperti apa yang akan kami terapkan ke anak-anak kami nantinya.
Di malam-malam berikutnya pun, di setiap sesi pillow talk kami, saya dan Abang banyak sekali berdiskusi tentang rencana hidup kami ke depannya. Dalam satu sesi pillow talk, Abang bahkan pernah sharing harapan dan rencana-rencana beliau secara spesifik. Dua di antaranya adalah rencana program kehamilan di awal tahun dan rencana studi saya.
Beberapa hari lalu saya membaca tulisan mbak Gesi tentang If Death Do Us Apart, dan seketika saya teringat dengan sesi pillow talk kami yang lainnya yang terjadi sekitar sebulan sebelum Abang kecelakaan. Bahasan diskusi kami malam itu adalah mengenai apa yang akan kami lakukan jika salah satu di antara kami meninggal dunia. Saat itu saya gak berpikir yang aneh-aneh, saya menganggap itu hanya sesi diskusi saja seperti yang biasa kami lakukan di malam-malam lainnya. Tapi ternyata, apa yang terjadi sebulan setelahnya sungguh di luar ekspektasi saya.
Kehilangan suami yang juga menjadi salah satu significant person saya selama 9 tahun terakhir bukanlah hal yang mudah. Terutama hal ini terjadi di saat pernikahan kami sedang memasuki fase baru dan kami juga sedang merencanakan berbagai hal untuk masa depan kami.
Tapi, inilah takdir Allah yang harus saya jalani. Saya diingatkan kembali dengan satu pelajaran penting dalam hidup, bahwa sebagai manusia kita hanya bisa menyusun rencana, takdir Allah lah yang akan menentukan bagaimana kelanjutannya.
Dan sekali lagi, saya dituntut untuk bisa cepat beradaptasi dengan perubahan besar yang terjadi ini.
It’s not easy.. Tapi hidup saya harus terus berjalan.
Pelan-pelan saya mencoba kembali melangkah. Menyelesaikan apa yang harus saya selesaikan. Mewujudkan apa yang harus saya wujudkan.
Hasil diskusi saya dan Abang, terutama di 5 bulan terakhir inilah yang menjadi pegangan saya untuk menjalani hidup saya selanjutnya.
Saya dan Abang punya mimpi besar yang sama. Kami berdua sama-sama ingin berbuat banyak kebaikan untuk lingkungan di sekitar kami. Tentunya dengan kapasitas kami masing-masing.
Karena itu, saya ingin kuliah lagi. Bukan semata-mata untuk mengejar gelar magister saja. Saya ingin kuliah lagi karena saya ingin punya wewenang lebih untuk bisa membantu banyak orang, terutama membantu anak-anak berkebutuhan khusus.
Yang selalu saya dan Abang diskusikan di setiap sesi pillow talk kami adalah kami ingin sekali mendirikan sebuah klinik terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Yang bisa membantu mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Tanpa perlu memikirkan biaya, terutama bagi mereka yang tidak mampu.
Mimpi ini adalah mimpi besar yang saya pendam sejak lama dan diperkuat dengan dukungan dari Abang. Mimpi ini juga yang membuat saya meninggalkan kenyamanan bekerja di dunia HR dan banting stir menjadi terapis bagi anak autis setahun lalu.
Dan mimpi ini jugalah yang menguatkan saya saat ini, pasca kepergian Abang.
***
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur, akan terobati
Yang sia-sia, akan jadi makna
Yang terus berulang, suatu saat henti
Yang pernah jatuh, ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Saya mengamini penggalan lirik karya Banda Neira favorite saya di atas, terutama di dua baris terakhir.
Yang pernah jatuh, akan berdiri lagi. Yang patah akan kembali tumbuh. Yang hilang akan berganti.
Seperti halnya diri saya saat ini, yang akan kembali berdiri bahkan mungkin berlari.
Juga dengan semangat akan masa depan saya yang sempat patah dan hilang sejak kepergian Abang, saya yakini akan kembali tumbuh dan berganti dengan semangat baru.
Semangat untuk mewujudkan mimpi besar ini. 🙂
Mari semangat lagi kaak…
Btw kmrn tmn mut ada yg nanya ke mut peluang kalau dia balik ke Pekanbaru,apakah oke.
Baru lulus psikologi uns.
Dia minat ke klinis,terapi apalah2 itu,mut suruh baca ke Blog kk hahah.
Manatau…
Kan…..
LikeLike
Siaaaap.. akan kembali semangat lagi iniiii 💪🏻💪🏻💪🏻
Hahaha sip sip, dikasih kontak WA ku juga boleh kalo dia pengen ngobrol-ngobrol. 😊
LikeLike
berminat gabung kaaak kalau klinik terapi anak berkebutuhan khususnya udah buka. ona juga lulusan psikologi kak. siapa tau kan ….
LikeLike
Waaah, Ona lulusan Psikologi ya? Doain yaaaa, sebelum buka klinik mau kejar mimpi lain dulu, kuliah magister Psikologi Klinis Anak. 🙂
LikeLike
Seneng dan haru banget baca postingan ini kaaaak Lia. Abang bakal bangga banget sama kamu kak Liii.
Dan tentu saja Allah menaikkan derajat hambaNya ini karena meski sulit, bisa melewati ujian ini.
Aamiin untuk segala apa yang akan dikejar di tahun depan ya, kak Liaa. Semoga dimudahkan, dikuatkan dan dipeluk Allah selalu. 😘😘😘
LikeLike
Aamiinn isniii.. insya Allah semoga semuanya dimudahkan dan dikasih jalan terbaik dari Allah. Terima kasih yaaa 😘😘😘
LikeLike
Lia, semoga mimpi kalian mendapatkan kemudahan untuk mewujudkannya. Semoga apa yang kamu dan almarhum suamimu cita dan harapkan dapat terlaksana dan dibukakan pintu menujunya. Semoga kamu selalu dikuatkanNya dan sukses mempersiapkan kuliahmu. Al Fatihah untuk Almarhum. Terima kasih sudah berbagi cerita tentang cita2 kalian.
LikeLike
Aamiinn ya Allah. Terima kasih ya mba denyyyy.. terima kasih juga karena udah mau membaca ceritaku ini dan membantu mengaminkannya. 😘😘😘
LikeLike
Kabar2in ya Lia kalo ada rencana liburan ke Belanda 😊
LikeLike
Siap mba. Kalo ke Belanda, aku pastinya udah tau harus menghubungi siapa hehehe 😉
LikeLike
Semoga abang tenang di alam sana. Tetap semangat mbak.
LikeLike
Aamiinn. Terima kasih yaaaa 😊
LikeLike
semoga mimpi mimpi kalian bisa tercapai ya Lia…
semoga selalu dikuatkan menghadapi semuanya ke depan, semoga dimudahkan ngadepin tantangan-tantangan di depan nanti, aamiin
LikeLike
Aamiin teh Ira. Terima kasih ya teeeh 🙂
LikeLike
Mimpi yang mulia Lia, semoga tercapai dan diberi kemudahan dalam mencapainya ya. Tetap semangat 🙂
LikeLike
Aamiinnn. Terima kasih, Mas! 🙂
LikeLiked by 1 person
Hai mbak lia! salam kenal, aku newbie di dunia blogger. Semangat terus mbak lia! Senang membaca tulisan2 mbak lia. Jadi terinspirasi untuk aktif menulis juga 🙂
LikeLike
Halo, Mila! Salam kenal 🙂 Terima kasih yaaa untuk semangatnya. Semoga kamu juga terus semangat menulis dan berbagi inspirasi ke banyak orang ya 🙂
LikeLike
Suami pasti sudah bahagia disana mbak, giliran mbak Linda juga bahagia dan kembali menata hidup. Semoga impian membuka klinik untuk ABK terwujud ya mbak, niat yg mulia pasti akan direstui Tuhan.
Selamat tahun baru, semoga selalu diberkati Tuhan.
LikeLike
Aamiinn.. Terima kasih ya mbaaa. Selamat tahun baru! 🙂
LikeLike
Teteeeeeeh! Aku baru main2 lagi ke blog teteh dan ternyata ya Allah aku baru tau kepergian suami teteh, aku turut berduka cita ya teh dan barusan baca juga postingan “akhir perjalanan” aku nangis 😥
Moga teteh selalu dikasih kesabaran dan kekuatan. Aku salah satu yang bahagia baca tulisan2 tentang teteh dan alm suami. Semangat teteeeh *peluk jauh*
Selamat tahun baru juga ya, moga banyak kebahagiaan di tahun depan 🙂
LikeLike
Halo Fasyaaa.. Terima kasih yaaaa. Insya Allah aku semakin hari semakin dikuatkan. Selamat tahun baru juga Fasya, doa yang sama untukmu ya. Peluk!
LikeLike
Smg dimudahkan langkah dlm mewujudkan mimpi masa depannya.
LikeLike
Aamiinn. Terima kasih mba 🙂
LikeLike
Baru tau lia dlu terapis anak berkebutuhan khusus. Anak ketiga ku tuna rungu & bru pake abd semingguan ini. Skrg agak sdkt kesulitan mencara beberapa terapi yg dibutuhkan shanaz & sklh inklusi jg dsni. Klo ada info blh bagi2 ya.. Btw like always keep spirit yaaa
LikeLike
Halo mba Ferna, iya mba, aku pernah bekerja jadi terapis untuk anak autis. Nanti aku coba cari info ke temen-temenku ya mba, nanti aku japri mba Ferna. Anyway, terima kasih ya mbaaa 🙂
LikeLike
Lia, semoga Allah berikan kesehatan dan kelancaran mewujudkan impian kalian berdua.. Aamiin..
LikeLike
Aamiinn. Terima kasih mba Dedew 🙂
LikeLike
mengharukan sekalinya ceritanya kak :’), yang kuat ya, tetep semangat ngewujudin cita-cita yang mulia itu 🙂
LikeLike
Siaaap. Terima kasih yaaa untuk semangatnya 🙂
LikeLike
Dirimu kuat mba. Moga terwujud yaa mba Lia utk semua mimpinya amin
LikeLike
Insya Allah kuat mba. Aamiin. Terima kasih ya mba 🙂
LikeLike
Pingback: Belajar Digital Marketing Lewat Buku | liandamarta.com
Semangat, Lia. Semoga Lia istiqomah selalu dalam mengirimkan bacaan Qurannya, entah Fatihah atau surat lainnya, dengan diniatkan supaya pahalanya dikirimkan ke Bang Olan. Lalu, kalau ada rezeki berlebih, sedekahkan harta dengan diniatkan supaya pahalanya sampai ke Bang Olan juga (atau keluarga lainnya). InsyaAllah, mudah-mudahan disampaikan pahala-pahalanya.
Maaf cuma bisa kasih pengingatan tips-tips yang mungkin Lia juga sudah tahu.
Semoga Bang Olan mendapat ampunan dan nikmat kubur.
Allahua’lam…
LikeLike
Siap, Bar! Terima kasih ya udah mengingatkan. Insya Allah apa yang ko bilang ini udah aku kerjakan dan mudah-mudahan aku terus istiqomah menjalankannya. 😊
Aamiinn untuk doanya. Sekali lagi, terima kasih Akbar!
LikeLike
Semangat mbak Lia! Semoga mimpi-mimpi yang pengen mbak raih bisa tercapai. Abang pasti bakal bahagia melihatnya. :’)
LikeLike
Aamiinn. Iya, Kak. Insya Allah aku akan semangat mencapai mimpi-mimpiku 💪🏻
Terima kasih yaaaa 😘
LikeLike
Terharu saya membacanya, mata berkaca-kaca.
Lia kuat menghadapi kehidupan yang akan datang, Insya Allah.
Saya ikut berdoa semoga impian yang dicita-citakan berdua dengan si Abang tercapai, aamiin.
LikeLike
Aamiinnn. Iya insya Allah semakin hari semakin dikuatkan, Mas. Terima kasih yaaa 😊
LikeLike
Selamat datang di jakarta mbak, kota seribu mimpi 🙂
LikeLike
Terima kasih, Elam. 🙂
LikeLike
semoga langkah kedepan dan impian nya diijabah dan dimudahlan ya kak. amiin
LikeLike
Aamiinnn. Insya Allah ya, Nay. Terima kasiiih sudah bantu mendoakan 🙂
LikeLike
Tetap semangat kakak, semoga mimpi itu dapat terwujud, mulia sekali untuk kebaikan sesama. Jadi ingat saya punya mimpi buat Lanjutin kuliah magister ke psikolog dari teknik bisa gak ya? Hehe
LikeLike
Tetap semangat kak, mimpi yang mulia sekali demi kebaikan sesama. Jadi ingat saya sampai saat ini mempunyai mimpi buat ambil S2 Psikologi tapi dari teknik, bisa gak ya? Hehe
LikeLike
Terima kasih Titis. 🙂 Setau aku, kayak di UI gitu ada Magister Profesi yang S1 nya dari non-Psikologi. Tapi memang bukan untuk profesi, jadi gak bisa buka praktek. 🙂
LikeLike
Semangat Mbak! Semoga semakin banyak terkejar yang akan dicapai 🙂
LikeLike
Siaaaap. Terima kasih yaaaa 🙂
LikeLike
Pingback: Movie Marathon: La La Land & Cek Toko Sebelah | liandamarta.com
Pingback: Meninggalkan Pekanbaru | liandamarta.com
Pingback: Mimpi Saya untuk Anak Autis di Indonesia | liandamarta.com