Sudah sejak lama saya penasaran ingin melihat bagian dalam dari sebuah Rumah Gadang yang menjadi rumah adat masyarakat Minang. Yang saya tau, biasanya ada banyak keluarga yang tinggal dalam sebuah Rumah Gadang. Di dalam bayangan saya selama ini, Rumah Gadang itu tanpa sekat sama sekali trus gak ada barang-barang jadi ‘plong’ gitu aja dan keluarga-keluarga yang tinggal di sana, tidurnya ngemper beralaskan tikar.
Benarkah Rumah Gadang seperti itu? 😀
Di acara jalan-jalan keluarga dalam rangka libur lebaran beberapa waktu lalu, saya mendapatkan jawaban dari rasa penasaran saya itu. Ya, saya berhasil masuk ke dalam Rumah Gadang! Rumah Gadang terbaik dan yang paling terkenal di Sumatera Barat, pula! 😉
Namanya Istana Baso Pagaruyung. Yang berlokasi di Tanah Datar, kabupaten Batusangkar, Sumatera Barat.
Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari petugas yang ada di sana, Istana Baso Pagaruyung ini bukanlah istana asli, melainkan hanya replikanya saja. Istana yang asli terletak di sebuah bukit yang bernama Bukit Batu Patah. Istana Baso Pagaruyung ini sudah ada sejak lama, namun baru dibangun kembali karena sempat hancur lebur tidak berbekas saat terjadi kebakaran di kompleks istana ini pada tahun 2007 silam.
Yang uniknya dari semua Rumah Gadang, termasuk di Istana Baso Pagaruyung ini adalah detail ukiran yang ada di dinding luar dan dalam istana, dan juga di langit-langit istana. Detail ukiran ini juga beberapa kali saya temukan di Rumah Gadang yang saya lihat sepanjang jalan selama trip ini. Hanya motif ukirannya saja yang berbeda. Sepertinya memang sudah kebiasaan masyarakat Minang untuk memberikan ukiran di dinding Rumah Gadang mereka agar semakin indah dipandang mata. 🙂
Well, untuk masuk ke dalam Istana Baso Pagaruyung ini kita harus beli tiket dulu di loket yang ada di main gate. Harga tiketnya sangat murah. Untuk turis lokal, harga tiketnya Rp7.000 untuk dewasa dan Rp5.000 untuk anak-anak. Sedangkan bagi turis mancanegara, dikenakan biaya sebesar Rp 12.000 untuk dewasa dan Rp10.000 untuk anak-anak.
Saat memasuki kawasan Istana Baso Pagaruyung ini kita juga akan melihat lumbung padi yang menjadi tempat menyimpan padi hasil panen keluarga kerajaan. Lumbung padi ini berjarak sekitar 100 meter dari istana utama. Selain lumbung padi, ada juga beberapa bangunan lainnya yang tidak sempat saya eksplor karena keterbatasan waktu. 🙂
Istana Baso Pagaruyung terdiri dari 3 lantai. Di lantai pertama terdapat “kamar” yang bisa ditempati oleh semua penghuni istana. Well, ternyata dugaan saya salah hihihi. Rumah Gadang memang tidak banyak sekat, akan tetapi terdapat semacam kamar atau bilik yang muat untuk sebuah kasur berukuran besar di masing-masing bilik yang menjadi tempat tidur bagi penghuni istana. Kamar/bilik tersebut diberi hiasan kain berwarna warni ala ala dekorasi pelaminan pengantin Minang. 😀
Kamar/bilik itu berjejer di setiap dinding. Di depannya terdapat semacam matras dan tempat sirih yang digunakan untuk menjamu tamu yang hadir. Kalau saya tidak salah hitung, di lantai pertama Istana Baso Pagaruyung ini terdapat lebih dari 10 bilik/kamar seperti itu yang berjejer di sepanjang dinding istana.
Lantai pertama ini begitu megah dengan pilar-pilar yang berdiri tegak. Di langit-langitnya dipasang kain khas masyarakat Minang. Di lantai pertama ini pula diletakkan beberapa benda-benda peninggalan masyarakat Minang jaman dulu kala. Masing-masing tersimpan rapi di dalam kotak kaca.
Alat musik Minang. Ada yang tau namanya apa?
Di lantai dua, terdapat sebuah tempat tidur yang menjadi tempat tidur putri sang Raja yang belum menikah. Tempat tidur tersebut ditutup dengan kelambu berwarna kuning, khas masyarakat Minang Kabau. 🙂
Lantai paling atas, yang paling kecil dibanding lantai lainnya, merupakan tempat penyimpanan senjata dan alat perang. Ada beberapa senjata yang dipajang disertai dengan keterangannya. Dari lantai paling atas ini saya bisa melihat pemandangan di luar istana. Ah, indah sekali dan anginnya sejuk! 🙂
Setelah naik ke lantai tiga, saya pun melanjutkan eksplorasi ini ke bagian belakang istana. Dari bangunan utama terdapat sebuah jalan penghubung menuju bangunan belakang istana. Di bangunan belakang istana itu terdapat dua buah ruangan. Ruangan di sebelah kiri merupakan sebuah ruang makan dan di ruangan sebelah kanan adalah dapur.
Di ruang makan tersebut terdapat perabot yang menjadi tempat penyimpanan sirih yang disusun berjejer. Di tengahnya yang bulat kecil itu adalah tempat untuk meludah saat makan sirih. Melihat ruangan itu saya jadi membayangkan seperti apa ya kira-kira masyarakat Minang jaman dulu makan dan menjamu tamu dengan sirih-sirihnya tersebut? 😀
Setelah puas melihat ruang makan Istana Baso, saya masuk ke dalam dapur. Di dapur, saya melihat berbagai perabotan masak tempo dulu. Beberapa ada yang cukup familiar di mata saya. Mulai dari parutan kelapa, alat penangkap ikan, alat penumbuk padi, dsb.
Tidak perlu takut kebingungan saat melihat perabotan tersebut. Karena di masing-masing perabot terdapat nama dan keterangan kegunaannya. Di ruangan tersebut juga ada petugas yang siap memberikan penjelasan jika kita ingin bertanya tentang ruangan tersebut. Cukup informatif, ya! 🙂
Beraneka macam perabotan dapur
Wajan. Tidak jauh beda dengan yang ada di rumahmu kan? 😀
Lukah Ikan : alat untuk menangkap ikan
Beragam perabotan dapur di Istana Baso 🙂
Well, setelah puas mengeksplor bagian dalam istana, saya pun beranjak ke luar. Di halaman istana saya melihat ada banyak pengunjung yang sedang asik berpose dengan menggunakan baju minang. Ah, ini nih yang gak boleh dilewati, berpose bak pengantin minang. Ya, di Istana Baso ini kita bisa menyewa baju adat masyarakat Minang dan bisa digunakan untuk foto-foto di seluruh areal kompleks istana.
Tempat penyewaan baju adat terletak di ‘basement’ istana. Harga sewanya Rp35.000 untuk dewasa dan Rp30.000 untuk anak-anak. Bisa dipakai sepuasnya! Dan bajunya lengkap banget. Ada suntiangnya juga loh. Walaupun itu suntiang palsu sih, jadi gak berat seperti yang biasa dipakai pengantin Minang hihihi.
Baju adat yang saya pilih adalah yang berwarna hitam. Berdasarkan info dari petugas yang ada di Istana, baju adat berwarna hitam ini adalah baju adat yang ‘levelnya’ paling tinggi dibandingkan warna baju adat lainnya. Baju adat berwarna hitam ini pada umumnya sering digunakan oleh bundo kanduang dan juga petinggi-petinggi istana saat sedang ada upacara kebesaran.
Jika teman-teman lihat bendera hitam-merah-kuning (yang seperti bendera Jerman) di foto di atas ini, itu adalah bendera masyarakat Minang yang juga menunjukkan tingkatan level warna dari baju adat. Yang paling tinggi levelnya adalah warna hitam, kemudian merah, lalu kuning, baru warna-warna lainnya seperti pink, biru, ungu, orange. Untuk teman-teman yang asli Minang, please correct me if I’m wrong yaaa.. 🙂
Update info : Tiap warna di bendera Minangkabau ternyata ada artinya lho. Warna hitam melambangkan kebijaksanaan, merah melambangkan keberanian, dan kuning melambangkan keagungan. 🙂
Selain bisa berpose dengan baju adat, di kawasan istana ini juga terdapat arena bermain bagi anak-anak kicik. Salah satunya adalah menunggang kuda. Menunggang beneran loh, gak dipegangin sama guidenya. Guidenya cuma ngawasin dan bantu ngasih instruksi aja hihihi. Satu kali menunggang kuda dikenakan biaya sebesar Rp5.000 kalo sendiri dan Rp10.000 kalo naiknya berdua. Murah juga ya! 😀
Well, seru sekali menghabiskan waktu di Istana Baso Pagaruyung ini. Saya saja tidak bosan-bosannya ingin melihat setiap detail ruangan dan perabotan yang ada di istana ini. Sayangnya saat kemarin saya ke sana, pengunjung begitu ramai sehingga cukup sesak dan kurang nyaman untuk benar-benar mengeksplor sana sini hihi. But, no problemo lah ya. Ini juga udah lebih dari cukup kok. 🙂
So, gimana, tertarik gak mengunjungi Istana Baso Pagaruyung ini? 😉
Pingback: Jalan-Jalan ke Sumatera Barat | My Life, My Story
Dikirain jualan baso gt disitu … Aku pengen dunk diajakin kesana!!!
LikeLike
Hahaha, ternyata Baso itu nama daerah di sana mbaaa hehehe. Sini dong balik ke Indo trus nanti main2 ke Sumatera 🙂
LikeLike
udah sering bgt berencana ke Padang, tp belom2 kejadian. one day soon i hope 🙂
LikeLike
Amin! Semoga segera bisa jalan-jalan explore Sumbar ya mbak 🙂 Ditunggu ceritanya kalo udah kesampaian ke sana 😉
LikeLike
Keren aku juga mau kesanah.. ^^
LikeLike
Ayuk wed ke sana 🙂
LikeLike
Ini istana luas banget. Bisa lari-lari di dalamnya.
LikeLike
Iya mbak, istananya gadang (besar) dan laweh (luas) 😀
LikeLike
tidaaaaaaak, taragak pulang, 😦
LikeLike
Hahahaha pulanglah udaaa.. Pulang ke kampuang halaman 😉
LikeLike
kualinya dari tanah liat dong, mantep !!!
LikeLike
Iyaaa unik yaaa 😀
LikeLike
Detil sekali penjelasannya ttg istana pagaruyung..pengen bertandang ke sana jadinya..
LikeLike
Iya mak, ayo berkunjung ke Istana Baso Pagaruyung. Dijamin gak akan nyesel mak 🙂
LikeLike
Asik bangt perjalanannya mbak, jadi mau ke sana deh 🙂
LikeLike
Iya mbak, asik banget 🙂 semoga bisa segera berkunjung ke tanah Minang ya ^^
LikeLike
aku lupa istana yang mana yg udah pernah didatangi, kayaknya yang terbakar dulu deh. Beda gak sih ama yang ini, Lia?
LikeLike
Iya bener mbak istana yang ini. Tahun 2007 pernah terbakar, ini dibangun lagi mbak istananya pasca kebakaran itu 🙂
LikeLike
Ukiran rumahnya cantik ya. Bunga-bunga, jadi bebungo-bungo yang lait 😀
LikeLike
Iya mbaa.. Semacam bebungo-bungo hati adiak kalo melihat uda nan rancak hahahaha 😀
LikeLike
Aduuuh kemarin pas ke Sumbar batal ke sini gara2 terlalu macet jalannya….
LikeLike
Aku pas ke sana alhamdulillah gak kena macet, tapi pas mau ke Solok lumayan padat merayap di dekat danau singkarak, tersendat sama arus yang mau menuju Padang Panjang ehehe.
Mudik tahun depan jangan lupa mampir istana baso ya mbak Tika 😉
LikeLike
Indonesia oh Indonesia, setiap daerah punya keunikannya 🙂
LikeLike
Benar sekali mbak Ry! 🙂
LikeLike
Saya tertarik banget maaak 🙂 cuma jauhnya itu lho.. Huuu..
LikeLike
Hihihi sekali-sekali jalan yang jauh makkk 😉
LikeLike
ita istana pagaruyung dulu pernah kebakaran. aku inget banget sebelum kejadian itu kami dari sekolah udah rencana banget mau kesana. gak beberapa minggu kemudian denger kabar kebakaran.
dan bukan cuma itu aja, katanya udah 3 kali kebakarn loh.. #itu kebakaran apa di bakar ya. muehehe
LikeLike
Oh iya aku pernah denger juga tuh katanya sampe beberapa kali kebakaran. Gatau deh itu bener2 terbakar atau sengaja dibakar hehehe. 😀
LikeLike
Pingback: Makan Apa di Sumatera Barat? | My Life, My Story
Pingback: Balada Pencarian Penginapan di Sumbar Saat Musim Liburan | My Life, My Story
Pingback: Best of 2014 | My Life, My Story
Pingback: JALAN-JALAN KE SUMATRA BARAT | sri nadia
Hai…kalo sewa baju pengantin nya, ada jasa make up nya juga ga ya? InsyaAllah bln dpn mo kesana…
LikeLike
Halo, kalo di tempatku jahit baju, setau aku sih gak ada jasa make up, paling ntar dikasih ke rekanannya. Kalo di beberapa sanggar sih biasanya ada yang sepaket yah 🙂
LikeLike
tulisannya keren mbak, aku barusan juga balik dari Istana baso Pagaruyung. cuma mau ralat aja kalo lantai 2 itu tempat tidurnya putri raja yang belum menikah, bukan tempat tidur raja n ratu. lalu bendera minagkabau yang warna hitam, merah dan kuning itu masing-masingnya mempunyai arti, hitam artinya kebijaksanaan, merah artinya keberanian dan kuning artinya keagungan.
LikeLike
Wah terima kasih atas informasinya. Akan saya update di postingannya yaaa.. 🙂
LikeLike
Pingback: 5 Hal Seru Yang Dinanti di Momen Lebaran | liandamarta.com
Pingback: Jalan-Jalan (Tanpa Rencana) ke Sumatera Barat | liandamarta.com
Pingback: Tips Liburan di Sumatera Barat Saat Peak Season | liandamarta.com
Pingback: jalan-jalan dikota sumatra barang | annisa9815
bagus tulisannya.. sangat menarik..
LikeLike
Terima kasih 🙂
LikeLike
sama-sama mbk..salam kenal
LikeLike
Iya salam kenal mas 🙂
LikeLike
Pingback: jalan-jalan ke Sumbar – julian heru saputra
wah kirain bakso… keren nih. museum bahasa
LikeLike
Hehehe Baso itu bahasa minang. Artinya besar 🙂
LikeLike
Pingback: 7 Hal Yang Bisa Dilakukan di Pulau Penyengat | liandamarta.com
Pingback: Istana Pagaruyung: Destinasi Wisata Budaya Kerajaan Minangkabau
Pingback: Cerita Ramadan dan Lebaran Tahun Ini | liandamarta.com
Pingback: Cerita Lebaran Tahun 2020 / 1441 H | liandamarta.com
Pingback: Kilas Balik 2021 dan Rencana di 2022 | liandamarta.com
Pingback: Perjalanan Dadakan ke Bukittinggi | liandamarta.com
Pingback: Jalan-Jalan Lebaran (2019) : Singapore dan Johor Bahru | liandamarta.com
I enjoyed reading yyour post
LikeLike