Jejak Suara Suvarnadvipa by Riau Rhythm Chambers Indonesia

Riau Rhythm Chambers Indonesia kembali membuktikan kualitas musik mereka lewat konser yang bertajuk Jejak Suara Suvarnadvipa.

DSC05619

Konser ini akan diselenggarakan di 10 kota di Indonesia dengan Pekanbaru sebagai kota pertamanya. Kota-kota lain yang tercatat dalam daftar perjalanan grup musik yang sukses memukau penonton di Indonesia Performing Arts Market November 2013 lalu ini adalah Surabaya, Solo, Jogjakarta, Jakarta, Serang, Bandung, Medan, Padang Panjang, dan Tanjung Balai Karimun.

Suvarnadvipa adalah istilah yang digunakan oleh orang India untuk menyebut dataran Sumatera. Konon katanya, dataran ini kaya akan kekayaan alamnya, salah satunya emas. Di konser Jejak Suara Suvarnadvipa ini, penonton akan dihibur dengan sajian repertoire yang sarat akan makna dan sejarah. Total ada 8 repertoire yang dimainkan oleh teman-teman Riau Rhythm Chambers Indonesia di konser ini, dan semua repertoire itu luar biasa indah dan keren!

Repertoire pertama sekaligus sebagai pembuka dari konser ini diberi judul Sound of Suvarnadvipa. Repertoire ini mengisahkan tentang Suvarnadvipa yang konon katanya adalah dataran Sumatera yang kaya, subur dan banyak emasnya. Repertoire Sound of Suvarnadvipa didominasi dengan permainan calempong, biola, dan cello. Di repertoire ini juga ada aksi sang vokalis, Giring Fitrah, yang sedang membaca mantra dan bercerita layaknya orang Kampar, atau yang dalam tradisinya dikenal sebagai Buong Gasyong (legenda cerita Kampar).

Usai pertunjukkan repertoire pertama yang membuat penonton terpukau, Rino Dezapati sebagai salah satu founder Riau Rhythm menyapa penonton yang hadir dengan jokes ringannya dan penjelasan singkat tentang Suvarnadvipa. Tidak lama berbasa-basi, bang Rino dan teman-teman Riau Rhythm kembali membuat penonton terpukau dengan pertunjukan repertoire kedua yang berjudul Langka Puri. Langka Puri berkisah tentang seekor elang kapur raksasa yang konon katanya menjaga Suvarnadvipa.

DSC05620Rino Dezapaty menyapa penonton di hari pertama (3 April 2014)

Langka Puri selesai dan disambut dengan applause dari penonton. Kemudian masuk ke repertoire ketiga yang berjudul Indra Dunia. Repertoire ketiga ini berkisah tentang putri alengka Langka Puri yang berkarakter lembut dan tegas. Alunan irama yang dimainkan pun juga seolah membelai lembut semua penonton yang hadir hingga terbuai. Aroma dupa yang memang sengaja dibakar di dalam gedung pertunjukan menambah kesan magis dari semua repertoire yang dimainkan.

Memasuki repertoire keempat, emosi penonton semakin dipermainkan. Repertoire keempat ini adalah yang paling dahsyat karena bisa membuat penonton hanyut dalam emosi dan bahkan tak sedikit yang menitikkan air mata. Repertoire ini berjudul Suara Jiwa. Terinspirasi dari kisah salah seorang budayawan di Kampar yang baru saja kehilangan istrinya. Suara Jiwa membawa serta tradisi budaya Kampar berupa sastra lisan Nondong, Batimang, dan Maratok/Meratap lewat suara sang vokalis yang benar-benar sadis, Giring Fitrah. 🙂

DSC05633By the way, apa sih Nondong, Batimang, dan Maratok itu? Saya jelaskan sekilas yah. Nondong adalah tradisi yang sebenarnya dianggap tabu di Kampar karena tradisi ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sedang mengalami kesedihan atau keresahan hati. Tidak jarang pula dilakukan oleh mereka yang patah hati. Berupa semacam suara lolongan yang sarat akan kesedihan.

Selanjutnya ada Batimang, yang merupakan ucapan doa dan harapan pada anak dari orang tuanya. Batimang ini ibarat seorang ibu yang bersenandung ketika menidurkan anaknya. Liriknya dalam bahasa Kampar mungkin tidak dimengerti oleh penonton yang hadir, akan tetapi Batimang yang dibawakan oleh Giring ini sangat menyayat hati dan berhasil membuat semua penonton larut dalam suasana penuh haru biru.

Tradisi ketiga yang ada di repertoire Suara Jiwa adalah maratok/meratap. Tradisi ini juga dianggap tabu di daerah asalnya, karena berisikan umpatan dan rintihan dari seseorang ketika ditinggal pergi atau ditinggal mati oleh orang yang ia cintai. Maratok tidak bisa dihentikan begitu saja oleh orang yang didengarnya. Orang yang sedang maratok akan merasa lemas karena energi yang dikeluarkan begitu besar, bahkan tidak sedikit pula yang pingsan karenanya. Di repertoire Suara Jiwa, Giring berhasil memainkan emosi penonton hingga semuanya hanyut dalam emosinya masing-masing.

Vokal Giring yang sukses memainkan emosi jiwa penonton dengan sastra lisan Nondong, Batimang dan Maratok ini juga terjadi saat IPAM 2013 lalu. Ia berhasil membuat banyak ekspatriat menangis karena hal ini. Luar biasa! 🙂

Setelah repertoire Suara Jiwa selesai, bang Rino kembali menyapa penonton yang hadir untuk menetralkan suasana. Ia juga memperkenalkan 8 orang personil Riau Rhythm Chambers Indonesia. Ada Cendra Putra Yanis dan Rizki Habibullah di cello, Viogy Rupiyanto sebagai pemain biola yang juga merangkap vokalis, Violano Rupiyanto di gambus, Fitrah ‘Giring’ di perkusi dan vokal, Bayu Ceisar di accordion dan perkusi, Aristofani di flute, dan Rino Dezapati sebagai founder dan composer yang juga bermain calempong.

DSC05648Dalam mengemas konser Jejak Suara Suvarnadvipa ini, Riau Rhythm Chambers Indonesia terjun langsung untuk observasi ke Candi Muara Takus, bertemu dengan budayawan dan seniman sastra lisan di sana. Kenapa Candi Mura Takus? Karena Suvarnadvipa diduga berpusat di titik 0 km, yang tepat berada di Candi Muara Takus. 🙂

Next, repertoire kelima berjudul Si Bono. Mengisahkan tentang Bono yang kini terkenal sebagai tempat surfing paling unik dan menantang oleh surfer dari seluruh dunia. Bono adalah ombak atau gelombang yang terjadi di muara sungai Kampar, kabupaten Pelalawan. Ombak ini terjadi karena fenomena alam di mana terjadi pertemuan antara arus sungai menuju air laut. Sebelum ombak besar ini datang, ada suara menderu yang sangat menyeramkan sebagai tanda akan datangnya si Bono. Suara deru ombak inilah yang kemudian menginspirasi Riau Rhythm membuat repertoire kelima dengan tempo yang cepat yang membuat penonton ikut menghentakkan kaki dan bergoyang.

DSC05651Repertoire selanjutnya berjudul Lukah Gile yang berisikan mantra permainan agar lukah (perangkap arwah) bergerak sendiri yang biasa dimainkan di kehidupan pesisir Suvarnadvipa. Di repertoire ini, Giring kembali menunjukkan aksinya membaca mantra permianan. Suasana magis kembali terasa di ruang pertunjukkan Anjung Seni Idrus Tintin Pekanbaru.

Hmm, serem ya? Well, don’t worry guys, karena untuk persiapan konser Jejak Suara Suvarnadvipa ini, teman-teman Riau Rhythm Chambers Indonesia sudah ‘meminta izin’ terlebih dahulu pada ahli waris di Candi Muara Takus. Mereka sudah menjelaskan tujuan utama konser ini yang semata-mata ingin melestarikan dan memperkenalkan seni tradisi Riau kepada khalayak ramai.

DSC05636Dua repertoire terakhir, yaitu repertoire ketujuh dan kedelapan, juga terinspirasi dari kehidupan masyarakat di Riau pesisir. Berjudul Pecalang Laut Embun dan 3D (Dentang Denting Dentum). Pecalang Laut Embun adalah kapal yang mengarungi laut embun dengan gagah perkasa. Sedangkan 3D atau Dentang Denting Dentum terinspirasi dari kebiasaan masyarakat pesisir yang senang bercakap-cakap (bercerita) usai pulang melaut. Kedua repertoire ini disajikan dengan balunan tempo yang cepat seolah mengajak penonton juga ikut bergoyang sambil menghentakkan kaki dan bertepuk-tepuk tangan.

Sebagai penutup konser Jejak Suara Suvarnadvipa, di repertoire Dentang Denting Dentum ada aksi unjuk kebolehan permainan gambus yang luar biasa keren dari trio Gambus Riau Rhythm Chambers Indonesia: Rino Dezapati, Viogy Rupiyanto dan Violano Rupiyanto. Permainan gambus ini berhasil menghipnotis penonton dan membuat penonton takjub dengan alunan irama ngebeat yang luarrrr biasa keren! *applause*

DSC05658

Secara keseluruhan konser Jejak Suara Suvarnadvipa di Pekanbaru ini dikemas dengan sangat baik. Penonton tidak hanya diajak mendengarkan alunan nada dan irama dari ke-8 repertoire yang dimainkan oleh Riau Rhythm Chambers Indonesia. Tetapi juga diajak untuk mengenal lebih jauh tentang sejarah seni di Riau. Video hasil wawancara dengan Pak Salman, salah seorang budayawan Kampar, sangat membantu dalam memperkenalkan seni tradisi sastra lisan Kampar kepada masyarakat.

Walau tidak banyak ‘atraksi’ yang ditampilkan di atas panggung, Riau Rhythm Chambers Indonesia tetap berhasil menyedot perhatian penonton pada kemampuan bermusik mereka yang luar biasa. Semua personilnya sangat bertalenta dan benar-benar menaruh perhatian khusus pada musik tradisi Riau. Luar biasa!

Bravo, Riau Rhythm Chambers Indonesia! Bravo!

All of you are awesomeeeee! 🙂

DSC05662P.S. Info lebih lanjut mengenai rangkaian konser Jejak Suara Suvarnadvipa sile cek TL @riaurhythm dan @pekanwak 😉

12 thoughts on “Jejak Suara Suvarnadvipa by Riau Rhythm Chambers Indonesia

  1. Messa

    Wooghh kalian berdua (sama Ajo) satu kota ternyata ya mbak 😀 btw, keren ya sebutan Sumatra oleh orang India: Suvarnadvipa… dari bahasa Sansekerta mungkin ya?

    Like

    Reply
    1. liamarta Post author

      Iya Messa hihihi, tapi belum pernah ketemuan nih sama Ajo 😀 Betul Messa, Suvarnadvipa (bacanya Suwarnadwipa) itu dari bahasa Sansekerta 🙂

      Like

      Reply
  2. Pingback: Music Tour 2014, Jejak Suara Suvarnadvipa – Pekanbaru [2] | Riau Rhythm Chambers Indonesia

  3. Pingback: Konser Jejak Suara Suvarnadvipa – Pekanbaru | Pekanwak : Ada Apa di Pekanbaru

  4. Pingback: [Giveaway] Share Your Moment | My Life, My Story

  5. Pingback: Launching Album Perdana Riau Rhythm Chambers Indonesia : Suvarnadvipa | liandamarta.com

Share your thoughts!