Hari ini, tepatnya 2 April 2012, telah ditetapkan sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia. Saat ini, di berbagai negara sedang dilakukan kampanye untuk memperkenalkan lebih lanjut kepada masyarakat luas, tentang apa itu Autisme. Saya sendiri sudah pernah bercerita sedikit tentang Autisme. Tahun lalu, 2 April 2011, saya membuat postingan yang berjudul : “Sepenggal tulisan memperingati World Autism Awareness Day” untuk (paling tidak) memberitahukan para pengunjung blog saya, tentang Autisme. Dan berusaha mengkampanyekan agar kita berhenti menggunakan istilah “Autis” sebagai bahan candaan dan hinaan sehari-hari.Di postingan kali ini, saya tidak akan berbicara terlalu banyak. Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang Autisme, bisa buka link postingan saya tersebut. Selain itu, anda juga bisa klik di Autis.info yang merupakan situs informasi seputar Autisme. Atau, apabila anda pengguna social media Twitter, silahkan follow @AutismIndonesia dan @PeduliAutisme, yang merupakan yayasan Autisme di Indonesia. Follow juga @justsilly, ibu dari dua orang anak yang didiagnosa Autisme, yang dengan senang hati akan berbagi mengenai pengalaman pribadinya.
Di hari Peduli Autisme Sedunia ini, saya berharap orang tua dan masyarakat luas dapat lebih peka terhadap kondisi anak berkebutuhan khusus. Jangan kucilkan mereka, sayangilah mereka. Karena pada dasarnya anak berkebutuhan khusus juga ingin diterima layaknya anak normal. Autisme sendiri bukanlah penyakit, sehingga tidak dapat ‘disembuhkan’, tapi ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir gangguan pada diri anak autis (yang biasanya terdiri dari 3 aspek : perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi & bahasa). Apabila saya boleh mengutip kata-kata dari twitternya @justsilly : “Autisme itu gangguan tumbuh kembang, bukan penyakit. Jadi tidak bisa ‘sembuh’, tapi bisa dibantu supaya bertumbuh seperti anak normal lainnya.” 🙂
Dalam hal ini, menurut saya, hal yang paling penting adalah penerimaan keluarga, khususnya orang tua, terhadap keberadaan anak dengan special needs seperti anak autis. Setelah itu, dukungan dari keluarga besar juga penting ketika memberikan terapi bagi anak autis. Saya pribadi pernah menangani anak autis ketika sedang magang sebagai terapis di salah satu klinik di Bandung. Yang saya amati, anak autis yang memiliki orang tua yang full support cenderung dapat lebih ‘mudah’ ketika diberikan terapi. Dan terapi itu sendiri juga tidak hanya diberikan ketika anak datang ke klinik saja, melainkan harus terus diulang ketika anak sedang berada di rumah. Jadi, peran orang tua dan keluarga benar-benar sangat penting dalam membantu anak autis dan anak berkebutuhan khusus lainnya agar mereka dapat menjalani hidup seperti anak-anak normal lainnya.
Semoga kampanye edukasi mengenai autisme dan special needs lainnya dapat terus dilakukan agar masyarakat dapat lebih aware dengan kondisi di sekitarnya dan cepat tanggap apabila melihat anak atau sanak saudara yang menunjukkan “perbedaan” dari anak-anak lainnya, sekecil apapun perbedaan tersebut. Agar dapat diberikan upaya pencegahan dini oleh mereka yang ahli. 🙂
Sumber Gambar : World Autism Awareness Day
Pingback: World Autism Awareness Day – April 2nd, 2013 | My Life, My Story
Pingback: Sebuah Tulisan untuk World Autism Awareness Day 2016 | liandamarta.com
Pingback: Mimpi Saya untuk Anak Autis di Indonesia | liandamarta.com