#CeritaTanggal7 : Belajar Melepaskan

Sudah setahun, saya selalu bernostalgia dengan kenangan bersama Abang dan membuat tulisan di tanggal 7 setiap bulannya. Saat ini saya merasa, it’s enough. Sudah saatnya saya berhenti. Karena itu, tulisan ini akan menjadi tulisan terakhir untuk #CeritaTanggal7. 🙂

Bagi yang mau membaca tulisan-tulisan saya di #CeritaTanggal7 sejak bulan Januari lalu, ini saya share rekapannya ya:

Ada Apa Dengan Tanggal 7?
Tiger Merah Legendaris
Abang dan Sepak Bola
Tentang Bucket List
Kebiasaan Yang Dirindukan

Kenangan Ramadan
Tentang Tripleseven
Drama Cincin Nikah
Momen di Bulan September
Catatan Perjalanan
Tentang Abang

Belajar Melepaskan

Setahun terakhir ini saya benar-benar belajar melepaskan. Melepaskan semua kenangan, kekecewaan, dan amarah yang sempat muncul pasca kepergian Abang.

Bulan Desember setahun lalu, ada seseorang yang menemui saya di Jakarta. Entah apa maksud dan tujuannya. Tapi sungguh saya sangat tidak nyaman sekali saat itu.

Pasca pertemuan itu saya sempat merasa kecewa sekali sama Abang. Sempat ada sedikit rasa marah juga.

Saya tau ini gak baik. Saya berusaha banget untuk menghilangkan semua emosi negatif itu. Tapi ternyata PR banget ya sis! Apalagi saya orangnya gampang banget ingat hal-hal detail. Dan asli saya menyesal sekali udah mengiyakan pertemuan itu karena ternyata efeknya sedahsyat ini.

Itulah mengapa akhirnya hampir setiap malam saya selalu cek Timehop untuk mencari keseruan dan kenangan manis bersama Abang.

Itulah mengapa saya bikin tulisan #CeritaTanggal7 setiap bulan. Dan share #CeritaTimehopHariIni di IG story hampir setiap malam.

Karena saya sedang berusaha mengafirmasi diri saya bahwa semua emosi negatif yang saya rasakan ini hanya godaan setan aja.

Setengah mati saya berusaha melawan itu semua. Dan memang rasanya berat sekali. Karena biasanya kalo berada di kondisi seperti ini, yang saya butuhkan hanya ngobrol dan dipeluk Abang. Tapi kan sekarang udah gak bisa ya.

Sampai akhirnya saya menemukan Video Banyuwangi ini. Saat itu juga semua emosi negatif itu hilang seketika.

Gak tau gimana caranya, tapi video itu sukses membuat saya nangis sejadi-jadinya dan merasa bersalah sama Abang karena udah sempat punya pikiran yang aneh-aneh. Ketika ada kesempatan ziarah awal November lalu, saya luapkan semuanya dan setelah itu hati saya plong sekali. 🙂

I can feel his love from that video. From the way he look, from the way he speak. ❤

Balik ke cerita saya setahun terakhir ini, ternyata begini ya rasanya ditinggal mendadak oleh pasangan, tanpa pernah saling mengucapkan kata-kata perpisahan.

Di sinilah saya belajar melepaskan semua perasaan yang pernah saya rasakan. Melepaskan semua amarah. Melepaskan semua rasa kecewa. Dan melepaskan semua kenangan bersama Abang, agar saya bisa lebih mantap melangkahkan kaki ke depan, tidak lagi terjerat memory di masa lalu.

***

Melepaskan bukan berarti melupakan. Abang selalu punya tempat di hati saya.

Tidak akan ada yang berubah.

Yang berubah adalah saya yang sudah tidak akan lagi bermellow ria menuliskan kenangan bersama Abang di blog dan media sosial saya.

Yang berubah adalah di blog ini tidak akan lagi ada #CeritaTanggal7 dan di IG story @liamarta tidak akan lagi ditemukan #CeritaTimehopHariIni.

Yang berubah adalah kebiasaan saya setiap malam yang tadinya selalu ngecek Timehop dan memory Facebook, sekarang sudah tidak lagi.

Selebihnya akan tetap sama. Rasa itu tetap sama. Rindu itu juga akan selalu terasa.

Saya tetap menjaga hubungan baik dengan Mama mertua dan keluarga Abang. Karena somehow, berinteraksi dengan mereka dapat mengobati rasa rindu saya pada Abang.

***

Setahun ini juga saya belajar untuk legowo pada apapun yang saya hadapi dalam hidup. Berbagai kegagalan yang terjadi saya ikhlaskan. Mungkin Allah memang sedang memberi saya waktu untuk menikmati hidup.

Karena itu saya beberapa kali pergi sendirian ke negeri seberang. Menikmati me time sambil terus berdialog dengan diri sendiri tentang kehidupan seperti apa yang akan saya jalani nanti.

Sebagian orang yang melihat saya sibuk bolak balik ke negeri seberang mungkin menganggap saya gak ada kerjaan. Ya literally saya memang lagi gak ada pekerjaan tetap sih. Tapi sesungguhnya alasan saya berpergian bukan semata-mata untuk mengisi waktu biar dianggap ada pekerjaan.

Alasan utamanya justru karena ini bagian proses healing saya.

Tapi yah tidak penting juga semua orang tau ya. Mereka kan hanya bisa menilai dari apa yang mereka lihat. Tanpa pernah benar-benar berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Saya belajar banyak untuk lebih bisa mengandalkan diri sendiri. Di saat orang-orang memandang aneh melihat saya yang pergi sendirian, saya justru bahagia karena pelan-pelan saya berani mendobrak zona nyaman saya.

Yang biasanya dulu kalo mau ke mana-mana selalu minta diantar dan ditemani, sekarang saya berani sendirian. Karena pada akhirnya, tidak akan ada yang bisa kita andalkan selain diri kita sendiri, kan?

***

Mengenai ‘kesendirian’ ini juga ternyata tidak semua orang dapat mengerti dan memaklumi. Setahun ini saya sering kali dipertemukan dengan orang-orang (baik itu teman, kenalan dan bahkan keluarga) yang bertanya dan mengutarakan hal-hal yang menurut saya tidak pantas untuk disampaikan.

Kepikiran untuk cari pengganti, Li?

Move on dong. Cari yang baru.

Dan berbagai pernyataan serta pertanyaan lainnya. Intinya sama: membahas soal pengganti.

Mungkin maksud mereka baik ya, mau mendoakan saya. Tapi jujur aja, saya sedih banget tiap kali digituin. Itu kan hal-hal privacy yang gak pantas untuk dibahas.

Sama halnya dengan kita membahas masalah momongan ke pasangan yang belum punya anak. Atau membahas masalah pernikahan pada seseorang yang masih single.

Meski saya gak mau melawan takdir karena saya juga tidak tau jalan cerita seperti apa yang sedang Allah siapkan untuk saya, tapi untuk saat ini, saya ingin bertanya satu hal:

Apakah salah jika saya memutuskan untuk tetap sendiri pasca kepergian Abang?

Jujur aja, pasca kepergian Abang saya udah mempersiapkan diri untuk tetap hidup sendiri sampai ajal saya tiba. Rasanya sulit sekali membayangkan sosok lain yang akan menggantikan Abang di dalam hidup saya. Dan saya punya alasan kuat yang mendasari pemikiran saya tentang hal ini.

Kalo soal anak, tanpa menikah juga tetap bisa punya anak kok. In a good way, tentu saja. Salah satu caranya adalah adopsi. Banyak di luar sana anak-anak yang tidak beruntung karena ditinggal oleh orang tuanya. Yang siapa tau hidup mereka akan jadi lebih baik jika suatu saat nanti saya memutuskan untuk mengadopsinya.

Bahasan soal adopsi anak ini juga dulu sering saya diskusikan bersama Abang. Jika kami tidak bisa punya anak secara alami dan melalui program ini itu, adopsi adalah jalan yang akan kami pilih. Saya ingat banget kata-kata Abang saat itu “gak penting anak kandung atau ngganya dek, yang paling penting adalah bagaimana kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan ke anak ini.

***

Ada banyak hal yang mendasari keputusan saya ketika menikah dengan Abang. Bukan semata-mata karena saya merasa udah saatnya menikah. Bukan pula karena merasa sayang udah menjalani hubungan bertahun-tahun sama Abang.

Saya mau menikah karena calonnya adalah Abang. Yang setelah kenal dan dekat selama bertahun-tahun, saya semakin merasa yakin bahwa Abang satu-satunya orang yang saya inginkan menjadi partner hidup saya, menemani saya menjalani hari-hari sampai tua, sampai ajal menjemput.

Karena bagi saya, yang paling penting dari sebuah pernikahan adalah apakah kita bisa tetap tertawa bersama meski sedang berada di titik terendah dalam hidup? Apakah kita bisa menerima semua kekurangan pasangan dan mencintainya tanpa syarat?

Dan ya, semua jawaban itu ada di Abang. 🙂

Jadi untuk siapa pun yang sering membahas soal ‘pengganti’ ke saya, please stop it. Karena itu hanya akan bikin saya sedih. Meski mungkin gak saya perlihatkan di depan kalian.

Daripada menyinggung soal hal itu, mending kalian doakan aja semoga saya selalu bahagia, meski pada akhirnya saya memutuskan untuk tetap hidup sendiri. 🙂

***

Sebagai penutup, saya mau share salah satu lagu favorite dari musisi favorite saya, yang penggalan liriknya menjadi inspirasi untuk tulisan penutup #CeritaTanggal7 ini.

Belajar melepaskan dirinya
Walau setengahku bersamanya
Ku yakin kita kan terbiasa
Walau inti jiwa tak terima

 

 

45 thoughts on “#CeritaTanggal7 : Belajar Melepaskan

  1. sikiky

    Sorry to jump in…saya punya teman SMA ditinggal juga sama suaminya after suffering from kidney failure for years. 10 tahun menikah dan belum punya anak. Setahunan berduka, dia cari beasiswa ke Jepang and stay there ever since.Sekarang sudab menetap disana. Semoga Lia bisa juga lanjutin sekolah seperti keinginan Lia dan alm. You’re strong, and you know it 😉

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Aamiinn mba. Aku udah menyusun rencana-rencana pribadi yang akan aku kejar. Dan aku merasa inilah saatnya. Terima kasih udah berbagi cerita mba Kiky, mohon doanya semoga semua rencanaku selalu diberi kemudahan oleh Allah. 🙂

      Like

      Reply
  2. www.annisa.mom

    Lia, seorang uwak perempuan saya (kakak ibu) memilih tidak menikah. Alhamdulillah beliau berbahagia dengan mengurusi para keponakan yang dikasihinya bagai anak sendiri. Di usia senja, giliran kami jg yg berusaha membahagiakannya sama dengan orangtua sendiri. Tetap semangat ya.. Cuekkin aja yg usil2 itu 😉

    Like

    Reply
  3. Sarimukti Werdiningsih

    Hai,Kak Lia. Sebelumnya, turut berduka cita atas kepergian Abang, maaf aku baru menyampaikan ini, ya. Aku kadang ngikutin cerita tanggal 7 nya kak Lia. Aku pun merasakan hal yang sama, meskipun belum sampai masuk masa pernikahan. Tapi, rasanya memang nyesek sekali ditinggal kekasih. Yang kemarin masih ketawa bareng, tiba-tiba besoknya harus dihadapkan dengan kabar yang…ah sudahlah. Memang susah setengah mati ya merelakan kepergian seseorang yang kita cintai. Sampai detik ini juga, sudah hampir tiga tahun, aku masih suka keinget, rindu sekali (seketika curcol hehe). Yg penting doa terus dialirkan. Semoga kak Lia selalu dikuatkan. 🙂

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Hai Sari, terima kasih yaaa. Aku juga ikut berduka cita dengan kepergian pacar kamu. Semoga beliau husnul khotimah dan kita selalu dikuatkan yaaa. Terima kasih karena sudah berbagi cerita 😊

      Like

      Reply
  4. Indah Julianti Sibarani

    lagu favoritnya sama 🙂
    Senang baca cerita-cerita tanggal 7 walau harus berakhir.
    Setuju banget sama kalimat: kita bisa tetap tertawa bersama meski sedang berada di titik terendah dalam hidup. Ini yang kurasakan selama hampir 20 tahun menikah dan sekarang malah LDM-an, tetap tertawa bersama.

    Like

    Reply
  5. omnduut

    Sepertinya aku harus memulai baca satu persatu cerita tiap tanggal 7 ini.

    Aku sendiri, karena masih belum menikah biasanya dikomentari hal serupa, “move on dong” *apalagi kalau mereka tahu mantan udah menikah.

    Pertanyaan yang mungkin basa-basi, tapi sangat menyebalkan.

    Like

    Reply
    1. omnduut

      Dan, akhirnya sudah selesai baca semua ceritanya 🙂

      Hanya dapat mendoakan, semoga mb Lia senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan. Dan semoga abang mendapatkan tempat yang teramat spesial di sisi Allah Swt. Amin.

      Like

      Reply
  6. Oci YM

    Assalamu’alaikum Lia. Udah lama nggak main ke sini. Hmmmm… saya ini orangnya suka mellow, jadi ini beneran cerita tanggal 7 Lia yang pernah saya baca. Bagaimanapun, saya berdoa yang terbaik buat Lia ke depannya. Semangaaaaaaat!!! 🙂

    Like

    Reply
  7. Pingback: Detox Social Media | liandamarta.com

  8. Pingback: Healing Process #3 | liandamarta.com

Share your thoughts!