Tentang Film Critical Eleven

Disclaimer: postingan ini bukan hanya tentang review film Critical Eleven. Ada banyak curhat terselubung juga. Jadi kalo males baca curhatan saya, feel free to close this page ya. 🙂

Bagi yang memutuskan akan membaca postingan ini sampai selesai, terima kasih! I really appreciate it. 🙂 Intinya di tulisan ini saya cuma ingin share perasaan dan pikiran saya setelah menonton film Critical Eleven.

Saya adalah orang yang jarang nangis saat nonton film. Dan film Critical Eleven sukses membuat saya nangis berkali-kaliLiterally berkali-kali. Air mata kayaknya gak bisa berhenti ngalir. Terutama di beberapa scene yang menurut saya sadis banget. Yang sangat menyayat hati.

Saya nangis bukan hanya di scene-scene yang sedih aja. Tapi juga di scene yang bahagia. Mungkin karena kebawa perasaan kangen Abang kali ya. Juga kangen diperlakukan semanis Ale memperlakukan Anya. Dan kangen dengan semua keseruan yang pernah dilalui bersama Abang, seperti keseruan yang dialami Ale dan Anya di awal pernikahan mereka.

Film Critical Eleven ini tentang apa?

Bagi yang sudah baca novelnya, pasti tau jalan ceritanya seperti apa. Ini salah satu novel Ika Natassa favorite saya.

Flashback dulu ke sekitar tahun 2008, waktu itu saya lagi jalan-jalan ke toko buku dan lihat ada buku yang tampilan covernya lucu banget. Saya memang seringkali memilih buku bacaan di toko buku secara random hanya dengan melihat covernya. Saat itu, saya langsung memutuskan membeli buku itu. A Very Yuppy Wedding, buku pertama Ika Natassa yang saya baca.

Lalu saya jatuh cinta sama ceritanya. Dan akhirnya mulai ngumpulin semua buku-bukunya Ika Natassa. Mulai dari Divortiare, Twivortiare, Antologi Rasa, Critical Eleven, dan yang terakhir Architecture of Love. Dari semua novel tersebut, Critical Eleven yang menurut saya paling menyayat hati. Apalagi saya membaca novel ini di saat saya sudah menikah dengan Abang. Jadi merasa cukup relate dengan ceritanya, meski jalan cerita di novel tidak persis sama dengan apa yang saya alami saat itu.

Versi film tidak jauh berbeda dengan novelnya. Tentu saja ada pengembangan cerita. Dan menurut saya pengembangan jalan cerita di film membuat emosi dalam cerita ini terasa lebih nyata.

Di novel aja ceritanya sudah sangat menyayat hati ya. Yang di film ini lebih sadis dari itu. Saya baca novelnya gak sampai mewek. Pas nonton filmnya, mewek sejadi-jadinya. Tapi balik lagi, mungkin karena somehow saya merasa jalan ceritanya jauh lebih relate dengan kondisi saya saat ini.

***

Critical Eleven sendiri adalah istilah di dunia penerbangan, yaitu sebelas menit paling kritis di dalam pesawat. Tiga menit pertama setelah take off dan delapan menit sebelum landing. Secara statistik, 80% kecelakaan persawat umumnya terjadi dalam rentang 11 menit tersebut.

Sama halnya dengan ketika bertemu orang baru. 3 menit pertama menjadi penting karena saat itulah kesan pertama terbentuk. Dan ada 8 menit sebelum berpisah, yang dari ekspresi, gesture, dan senyum seseorang kita bisa menentukan apakah akan menjadi awal yang baru atau justru menjadi perpisahan.

Secara keseluruhan, bagi saya ini adalah salah satu film Indonesia terbaik yang pernah ada. Emosinya gila dapat banget. Sinematografinya keren. Semua pemainnya bintang papan atas yang kemampuan beraktingnya tidak perlu diragukan lagi.

Namanya berangkat dari novel ya, pastinya saya punya imajinasi tersendiri tentang sosok Ale dan Anya, dua tokoh utama di film ini. Dan ada sedikit ketidakcocokan dari segi penampilan fisik antara Ale dan Anya di dalam imajinasi saya, dengan Ale dan Anya yang diperankan oleh Reza Rahardian dan Adinia Wirasti di film ini. But, it’s okay. Saya akui secara emosional, Reza dan Adinia benar-benar berhasil membawa karakter Ale dan Anya menjadi lebih hidup. 🙂

***

Oke, ini masuk ke sesi curhat. Saya gak tahan banget untuk gak ngeluapin perasaan saya seusai nonton film ini.

Film ini mengisahkan banyak hal. Dan mostly semua hal-hal tersebut sangat relate dengan kondisi saya saat ini.

Tentang pasangan hidup.

Tentang anak.

Tentang mimpi membangun keluarga sempurna.

Tentang mimpi menjadi wanita sempurna seutuhnya.

Ada banyak scene di film ini yang membuat hati saya teriris. Karena saya merasa pernah dan sedang berada di posisi itu.

Saya mau share beberapa scene tersebut ya. Mudah-mudahan tidak dianggap spoiler. Karena ini ada di novelnya juga kok. 🙂

1. Ketika Anya ditinggal pergi Ale ke rig, dan bagaimana Anya berusaha beradaptasi dengan kesendirian. Anya melakukan berbagai hal yang pernah dilakukan bersama Ale dan memakai baju Ale.

I know that feeling. Perasaan ketika biasanya ada pasangan hidup yang berada di dekat kita, lalu tiba-tiba ia pergi. Saya juga melakukan persis seperti apa yang Anya lakukan. Melakukan berbagai hal yang biasa dilakukan bersama. Dan juga memakai baju-baju Abang sebagai salah satu cara untuk melepas rindu.

It really hurts. Tapi saya berusaha untuk tetap kuat dan melanjutkan hidup saya.

Dulu banget sebelum menikah, ketika hubungan saya dan Abang masih seperti roller-coaster, saya sempat berpikir bahwa saya akan kuat meski suatu hari nanti saya ditinggal oleh Abang. Tapi ternyata, bagaimana Abang memperlakukan saya dalam dua tahun usia pernikahan kami, membuat saya merasa ‘rapuh’ sekali saat ini, bahkan setelah lebih dari 6 bulan sejak kepergian Abang.

2. Ketika Anya dan Ale mengharapkan kehadiran anak dan harapan itu terwujud.

Dalam dua tahun usia pernikahan kami, bohong sekali kalo saya bilang kami tidak pernah mengharapkan kehadiran anak. Kami hanya berusaha untuk tetap santai dan selalu percaya bahwa Allah akan memberikan rezeki itu di waktu yang tepat. Meski pada akhirnya, harapan kami tidak pernah terwujud, sampai Abang pergi.

Scene ini membuat saya sedih sekali. Karena saya selalu membayangkan pasti cute sekali melihat Abang berinteraksi dengan anak-anaknya. Saya yakin Abang akan menjadi seorang Ayah yang sangat baik dan menyayangi anak-anaknya. Kami juga dulu sering sekali berdiskusi bagaimana nanti kalo kami punya anak, pola asuh seperti apa yang kami terapkan, bagaimana pembagian tugas yang akan kami lakukan dalam mengurus anak, dsb. Bahkan Abang sudah menyiapkan nama-nama yang akan digunakan untuk anak-anak kami, baik untuk anak perempuan maupun untuk anak laki-laki. Meskipun harapan kami untuk memiliki anak tidak terwujud, tapi saya tau nama-nama tersebut akan saya gunakan untuk apa nantinya. 🙂

3. Ketika Anya berada di tengah-tengah kebahagiaan sahabatnya.

Saya juga tau banget perasaan Anya di scene itu. Ketika mendengar kabar bahagia dari sahabat yang akan menikah, yang akan punya anak, atau yang bercerita tentang keseruan mereka bersama keluarga kecilnya.

Please don’t get me wrong. Bukan berarti saya tidak bahagia jika melihat atau mendengar berita bahagia dari sahabat-sahabat saya. Saya bahagia sekali. Tapi di satu sisi, hati saya kadang meringis. Sama seperti apa yang dirasakan Anya ketika mendengar berita bahagia dari salah seorang sahabatnya.

Rasanya hati kecil saya seperti menjerit. Bahwa saya dulu juga pernah merasakan kebahagiaan itu. Dan bahwa saya ingin merasakan kebahagiaan itu lagi.

Semakin lama saya tersadar. Ini semua terjadi karena saya belum berdamai dengan keadaan. Saya belum berdamai dengan diri saya sendiri dan belum sepenuhnya mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.

4. Ketika Anya menyalahkan dirinya sendiri.

I’ve been there done that. Kepergian Abang kadang membuat saya jadi berkaca. Apakah sebagai seorang istri saya sudah melakukan yang terbaik untuk suami saya? Kadang saya meragukan jawabannya. Kadang saya merasa bahwa saya masih kurang memperhatikan suami saya. Terutama jika mengingat bagaimana kecelakaan itu terjadi, saya sering merasa bersalah. Merasa kurang aware dengan keamanan suami saya.

Scene ketika Anya sedang berbicara dari hati ke hati dengan ibu mertuanya membuat saya refleksi diri. Bahwa inilah yang namanya takdir. Bukan karena salah saya. Bukan karena saya kurang memperhatikan suami saya. Tapi inilah takdir yang telah digariskan Allah untuk kami berdua. Yang harus saya lakukan adalah berhenti menyalahkan diri sendiri dan ikhlas menjalani takdir dari Allah ini.

5. Ketika Anya dan Ale saling jatuh cinta, sampai akhirnya Ale mengajak Anya ‘membakar jembatan’ bersama.

Scene mereka saat pacaran dan menjadi newlywed adalah scene yang bahagia. Perasaan saya kacau balau banget nonton scene ini. Di satu sisi saya mesem-mesem melihat manisnya chemistry Ale dan Anya, tapi di sisi lain saya juga merasa sedih. Saya kangen dengan Abang. Saya kangen merasakan apa yang Ale dan Anya rasakan di scene tersebut.

Ale bilang ke Anya bahwa ia sudah ‘membakar jembatan’ saat memutuskan akan menikahi Anya. Sama seperti saya. Yang juga sudah ‘membakar jembatan’ ketika memutuskan akan menjalani seumur hidup saya bersama Abang. Tapi ternyata takdir membawa saya ‘terjebak’ di sini. Sendiri.

Saya tau, saya harus melanjutkan hidup dan mewujudkan mimpi-mimpi bersama Abang. Entah jalan cerita seperti apa yang akan terjadi di hidup saya selanjutnya. Yang saya tau saat ini adalah saya hanya bisa menunggu dan terus memperbaiki diri. Hingga nanti saya dipertemukan kembali dengan Abang, di waktu dan tempat terbaik yang telah disiapkan Allah.

quotes critical eleven

***

Dengan jalan cerita yang mengiris hati seperti ini, apakah saya masih mau menonton Critical Eleven lagi?

Definitely, YES.

Bagi saya, menonton film ini adalah salah satu cara saya untuk refleksi diri dan juga melakukan katarsis. Saya baru sadar, bahwa saya masih menyimpan duka yang begitu besar di dalam hati yang selama ini berusaha saya abaikan. Perasaan seperti ini tidak baik jika terus ditahan. Sesekali harus dikeluarkan. Agar saya bisa merasa lebih lega, dan film Critical Eleven bisa membuat saya melepaskan sedikit duka ini.

Dari film ini saya juga bisa memahami apa yang mertua saya rasakan. Tentang perasaan seorang ibu kehilangan anaknya, yang ia harapkan kelak bisa menemaninya menjalani hari tua. Rasa kehilangan beliau tentunya jauh lebih besar dari apa yang saya rasakan. Dan saya tau, kami harus selalu saling menguatkan.

Untuk Kak Ika Natassa dan seluruh crew film Critical Eleven, jika kebetulan membaca postingan ini, saya mau mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena telah membuat film ini dengan sepenuh hati. Juga terima kasih untuk Reza dan Adinia yang telah berhasil mendeliver emosi Ale dan Anya dengan sangat luar biasa. 🙂 ❤

50 thoughts on “Tentang Film Critical Eleven

  1. cerita4musim

    aku padahal baca bukunya Li tapi lupa alur nya, cuman ingetnya mewek juga pas baca bukunya yang dibaca semaleman kelar, pas kebetulan suamiku masuk rumah sakit juga jd makin sedih, bisa bayangin jg kamu nangis parah pas nonton 🙂

    Like

    Reply
  2. buzzerbeezz

    Al Fatihah untuk Abang ya Lia..

    Soal Critical Eleven, aku juga sedih nontonnya. Gak sampe nangis sih karena aku nonton bareng temen-temen. Mungkin kalau aku nonton bareng istri juga akan nangis. Karena kami pernah berada di posisi Anya dan Ale, yaitu kehilangan janin, bayi pertama kami.

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Aamiinn. Terima kasih, Mas. 🙂 Film ini memang relate banget terutama untuk married couple ya, Mas. Apalagi kalo pernah merasakan persis seperti yang Anya dan Ale rasakan.

      Like

      Reply
  3. Lativa

    Ah tengkyu mba Li reviewnya.. kmrn mau nonton di hari pertama (ada rezrah, hamish, adinia dkk jg dtg ke kota saya) tp saya kayanya ga sanggup sama kepenuhan dan keriuhannya. Saya mmutuskan nunggu sampai rada selow dulu hehe..

    Mbak Li, stay strong yaaa.. pewluk dari aku :*

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Hai Lativa, jadi gimana dirimu udah nonton belum? Kebayang itu nonton kalo lagi ada cast pasti rame banget yaaaa hehehe. Anyway terima kasih yaaa. Salam peluk dari Batam 🙂

      Like

      Reply
  4. risah icha azzahra

    satu kata setiap baca postingan2 kak lia yg mengandung kata “abang”.

    SAKIT

    kak lia sukses menularkan rasa rindu, rasa sakit ditinggal itu ke suami ke pembaca.
    I feel it.

    keep strong kak.. 😦

    btw bakar jembatan maksd ny gmn? melupakan masa lalu jd ga bisa kembali lagi? gitu bukan?

    Like

    Reply
  5. neng fey

    peluk liaaaaa!!! sabar ya 😦
    klo aku malah emang ga mau nonton dan baca bukunya, semua orang bilang ceritanya sedih, ga kuat baca n nontonnya jadinya hehhe

    Like

    Reply
  6. Messa

    Aku udah nonton Lia, karena penasaran sama visualisasi novelnya 😁 tapi gak sampai habis kutonton karena bertele-tele menurutku. I prefer the novel than the movie 😁😁

    Tetap kuat ya Lia, kalo mau curhat samaku boleh lho 😘

    Like

    Reply
  7. Sandra Nova

    Sama banget, aku suka beli buku karena tampilan depannya apik, jadi bikin lebih menarik 😀
    Baca ini aku jadi mikir.. Kebetulan suami ditawarin kerjaan yg akan bikin waktu berduaan dgn aku sangat berkurang, kemaren2 rasanya kayak yg bisa & kuat ngadepin kl suami hrs ngurusin kerjaan & ngga ada selalu disisi kayak sekarang kalau aku lagi butuh… Baca tulisan mba lia bikin mikir dua kali.. Waktu kebersamaan itu susah dicari, sedangkan rejeki, bisa datang dari mana saja 🙂 makasih udah membuka mata aku… hope you always be happy 🙂

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Semoga ada insight yang bisa diambil ya mba. Dan semoga apapun keputusan yang nanti diambil bersama suami adalah keputusan terbaik yaaa. Teria kasih mba Sandra. Doa yang sama untukmu mba 🙂

      Like

      Reply
  8. norikoreza

    Saya sendiri baca novelnya aja udah hampir mewek, apalagi nanti lihat filmnya. Mesti bawa tissue ini sih..

    Aaaah mbak Lia..semoga semakin dilimpahkan kesabaran, kekuatan, kesehatan dan kebahagiaan untuk melanjutkan semuanya ya mbak. Semangat yaa mbaaak.

    Like

    Reply
  9. Prima Hapsari

    Mbak Lia, ikut sedih baca ceritamu, aku klo baca novel juga termehek2apalagi liat filmnya. Semoga kuat ya mbak, berdamai dengan diri sendiri dan keadaan memang ngga mudah, you shall overcome someday.

    Like

    Reply
  10. Ucig

    Big hugs mba lia…
    Aku saat baca dan setelah baca ini, terasa kangen sekali dgn suami. Pernah review sedikit ttg novelnya juga di blog. Kadang gitu, aku juga suka menangisi apa yg sedang aku alami lewat film, buku atau lagu mba… abis itu yaudah, sedikit lega.
    Allah pasti berikan yg terbaik ya mba. Semangat terus, aku blm nonton filmnya…mauuu
    Makasih postingannya 🙂

    Like

    Reply
  11. Chaycya Oktiberto Simanjuntak

    Kak Liannnnn… honestly, your post make me crying now. and honestly, saya baru tahu setelah baca postingan kak Lian ini. i’m sorry to hear that kak.RiP buat si abang even i don’t know him. Stay strong kak.. Tuhan tahu siapa perempuan perkasa yang ia pilih untuk menjalani jalan hidup seperti ini. Nangis ih baca postinganmu ini kak. 😦

    Like

    Reply
  12. mamidarrell

    Salam kenal mba..

    Masha Allah, sampai nangis mewek dan menghabiskan banyak tisue hanya karena baca ini, saya belum nonton filmnya dan pengeeenn banget bisa nonton, sayang gak memungkinkan kalau bawa bocah :’)

    Sepertinya harus berburu DVDnya saja nih dan nonton di saat anak saya tidur..

    Saya heran, banyak yang bilang filmnya membosankan, padahal menurut saya yang hanya baca sinopsisnya saja sudah bikin mewek.
    Apalagi jika nonton filmnya..

    Ternyata setelah baca ini saya jadi mengerti, seharusnya orang yang nonton film ini dan ketiduran sepanjang filmnya, harus banyak – banyak bersyukur, itu tandanya hidupnya selalu baik2 saja..

    Karena hanya yang berada di posisi tersebutlah yang bisa benar2 merasakan pesan dari film ini..

    Selalu semangat dan terus bahagia ya mbaaa 🙂

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Halo, Mba. Salam kenal 😊 terima kasih ya mba udah baca curahan hati aku hehehe. Iya, sebagian orang mungkin merasa bosan karena kurang relate dengan jalan ceritanya ya mba. Aku ada nonton 1x sama temenku yang mengalami kejadian sama persis dengan film ini juga langsung mewek gak henti-henti pas nonton hehehe. Sekali lagi terima kasih ya mbaaaa 😊

      Like

      Reply
  13. Pingback: my november man – kaulahsemestaku

  14. Pingback: Watch Online Critical Eleven – Devil Said Maybe

Share your thoughts!