Healing Process #2

Sudah lebih dari 4 bulan pasca kepergian Abang. Sampai saat ini saya masih terus menikmati proses healing ini. Di blogpost kali ini saya mau berbagi cerita tentang apa saja yang saya lakukan di masa-masa healing. 🙂

Awal-awal menjalani proses healing ini terasa berat sekali bagi saya. Apalagi saat itu saya lebih banyak menghabiskan waktu di Pekanbaru, yang mana Pekanbaru dan Abang itu hubungannya erat banget. Rasanya tiap sudut jalan di Pekanbaru pasti menyimpan kenangan bagi saya dan Abang. Saya cuma bisa menghela nafas dan istighfar setiap kali melewati jalanan Pekanbaru yang membuat hati saya teriris karena kangen sama Abang.

Hal yang sama saya rasakan saat kembali ke Jakarta. Terutama ketika pertama kali pulang ke rumah kecil kami di Jakarta. Ya Allah itu rasanya hati saya seperti diremas-remas. Saya ingat banget deh malam itu, di sepanjang jalan dari bandara menuju rumah rasanya badan saya lemas sekali. Ada rasa mual dan mules. Lalu begitu sampai di dalam rumah, saya langsung ngacir ke kamar mandi: muntah dan mencret-mencret. Berulang kali. Saya sampai kebangun tengah malam juga waktu itu.

Di malam itu juga, saat terbangun di sepertiga malam, saya coba untuk sholat tahajud. Memohon kekuatan dari Allah. Saya nangis sejadi-jadinya.

Alhamdulillah sejak malam itu, saya merasa jauh lebih tenang. Ini paling kelihatan dari pola tidur saya sih. Sebulan pertama sejak kejadian itu tidur saya kacau banget. Sering kebangun tengah malam. Berasa udah tidur lamaaa banget, pas cek jam eh ternyata baru tidur sejam doang. Nah, sejak malam itulah saya udah gak pernah kebangun tengah malam lagi. Tidur juga jadi jauh lebih nyenyak. 🙂

Meski begitu, bukan berarti ‘luka’ di hati saya ini sudah hilang. Setelahnya masih sering banget berasa kayak hati ini diremas-remas. Perih sekali rasanya. Kalo udah kayak gitu biasanya saya bawa istighfar dan menghela nafas aja.

***

Awalnya saya mengira, kepindahan saya ke Batam ini bisa membuat saya jauh lebih tenang. Karena saya dan Abang kan gak pernah tinggal lama di kota. Hanya datang sesekali di saat liburan aja.

Tapi ternyata saya salah. 🙂

Tetap aja selalu ada momennya saya keingat Abang trus sedih sendiri. Seperti misalnya di akhir pekan kemarin main sepeda di Ocarina sama keluarga, eh keinget Abang juga karena terakhir ke Ocarina ya sama-sama Abang. Atau ketika lagi di jalan, tiba-tiba terlintas kenangan sama Abang, udah deh langsung mellow.

Bahkan saya melihat SPBU di Batam aja bisa keinget sama Abang. Ya Allah… Gara-gara Abang pernah bilang kalo dia suka sekali dengan SPBU di Batam yang areanya luas seperti rest area di tol Cipularang. :’)

Atau ketika melihat lapangan futsal yang keren, langsung keinget Abang. Karena Abang suka sekali main futsal dan pasti senang kalo bisa main futsal di lapangan itu.

Ya intinya gitu lah, rada mustahil sepertinya saya melepaskan bayang-bayang Abang. Karena gimana pun, 9 tahun lebih bareng-bareng pastinya ada sifat dan kebiasaan Abang yang menular ke saya. Belum lagi obrolan-obrolan random kami yang terjadi hampir setiap hari. Itu semua yang selalu bermain-main di pikiran saya pasca kepergian Abang.

Ditambah pula saat packing dan unpacking barang ketika pindahan. Baik itu dari Jakarta atau Pekanbaru. Ya udahlah liat semua barang-barang yang ada praktis bikin saya kangen sama Abang. Mulai dari peralatan rumah tangga kami yang belum sempat diangkut ke Jakarta, sampai printilan kecil seperti potongan tiket bioskop, surat cinta, atau hadiah ulang tahun dan anniversary. FYI, saya masih menyimpan semua hadiah ulang tahun dari Abang, bahkan hadiah pertama yang Abang kasih tahun 2007 lalu. :’)

***

pexels-photo-30042-copy-1

Lalu bagaimana cara saya ‘mengobati’ rasa mengiris hati ini?

Selain mengadu pada Allah, tentu saja, saya juga mengobatinya dengan bercerita.

Yang baca blog saya atau ngikutin media sosial saya pasti tau banget gimana hari-hari saya pasca kepergian Abang. Saya sering banget menuangkan isi hati dan pikiran saya melalui cerita. Ya gak semuanya sih, karena tentu saya harus memilah mana yang layak saya bagi mana yang tidak. Tapi ya seperti yang bisa dilihat sendiri, begitulah cara saya ‘menyembuhkan’ diri saya.

Beruntungnya saya karena dikelilingi oleh teman-teman yang sangat suportif. Yang rutin menghubungi saya hanya untuk sekedar menanyakan bagaimana kondisi saya dan apa yang saya rasakan. Biasanya saya akan ngalir bercerita ke mereka. Salah satu di antaranya kebetulan adalah seorang psikolog, jadi saya kadang sekalian konsultasi tentang sikap-sikap saya yang muncul pasca kepergian Abang. Apakah wajar saya seperti itu atau tidak. Dan biasanya teman saya ini akan memberikan banyak sekali masukan tanpa sedikit pun ada kesan menggurui.

Saya sempat merasa ada di titik denial. Merasa Abang masih ada. Bahkan saya pernah berada di masa-masa saya rutin mengirimkan email ke Abang dan menceritakan berbagai keseruan yang saya lalui di hari itu.

Saat itu saya konsultasikan ke teman saya yang psikolog ini, apakah wajar saya seperti itu? Kalo kata teman saya, selama masih 6 bulan pertama itu wajar dan bisa dimaklumi. Tapi kalo lebih dari itu akan menjadi tidak wajar karena artinya saya masih menganggap Abang ada meski hanya lewat email.

Akhirnya pelan-pelan saya paksa diri saya untuk berhenti melakukan hal itu. Yang tadinya setiap hari, pelan-pelan menjadi seminggu sekali, lalu 2-3 minggu sekali. Dan sekarang sudah hampir 3 bulan saya tidak lagi melakukan hal itu. Terakhir kali seingat saya waktu lagi ngurusin pindahan di Jakarta.

Yang masih sering saya lakukan sekarang adalah mengecek memory di Facebook, Path, dan timehop. Ini salah satu cara saya mengobati rindu. Karena selalu ada saja hal-hal random yang kami lakukan setiap harinya. Dan melihat kembali ke masa-masa itu cukup membuat saya lega.

Lalu juga yang mungkin teman-teman tau adalah blogpost rutin yang saya publish setiap tanggal 7 di blog ini. Yang semata-mata saya lakukan demi menjaga agar ingatan teratas saya tentang Abang selalu diisi dengan keseruan dan kenangan manis. Karena somehow saya suka tiba-tiba berpikir apa Abang ada marah sama saya di akhir-akhir hidupnya, apa Abang ada kecewa, dsb. Juga sebaliknya, mungkin masih ada pertanyaan dan kekecewaan saya ke Abang yang belum sempat terjawab. Saya ingin mengikhlaskan itu semua dan cara yang saya pilih adalah dengan terus menerus mengingat hal-hal baik dari kehidupan saya dan Abang. 🙂

Yang paling penting sih saya itu harus selalu sibuk. Karena kalo gak sibuk malah jadi suka mikir trus ujung-ujungnya keingat Abang dan sedih sendiri.

Ya meskipun tetap aja, sekeras apapun saya berusaha menyibukkan diri setiap harinya. Rasa rindu itu tetap ada. Setiap malam selalu terasa. Semakin hari semakin menyiksa. Tapi yah dinikmati saja. 🙂

***

Anyway, beberapa hari lalu saya dihubungi oleh salah seorang pembaca blog saya yang ternyata punya kisah cerita hampir sama dengan yang saya alami. Sama-sama kehilangan pasangan hidup ketika baru mulai menjalani kehidupan berumah tangga. Ia menghubungi saya via email dan akhirnya kami pun saling bertukar cerita.

Lalu saya jadi mikir, mungkin nih, mungkin masih ada pembaca blog saya yang lainnya yang juga mengalami apa yang saya alami dan butuh teman cerita? Jika iya, saya dengan senang hati siap menjadi pendengar setia. 🙂

Saya paham sekali bagaimana rasanya kehilangan pasangan hidup di saat semua sedang indah-indahnya. Dan menurut saya, bercerita pada orang yang memiliki pengalaman sama akan jauh lebih melegakan. At the end, kita pun bisa saling mendoakan dan menguatkan. 🙂

Jadi saya terbuka sekali bagi siapa pun yang ingin bercerita. Insya Allah saya sudah jauh lebih kuat sekarang dan siap membantu teman-teman yang butuh teman cerita. Silahkan hubungi saya melalui email hello@liandamarta.com ya 🙂

***

A strong person is not the one who doesn’t cry.
A strong person is the one who cries and sheds tears for a moment then gets up and fights up.

26 thoughts on “Healing Process #2

  1. Hidayat Mundana

    Saya cukup sering mengunjungi blog Mbak Lia, karena banyak hal yang bisa saya dapatkan disini. Belajar menulis hingga belajar bagaimana menghargai keberadaan pasangan (dibalik kelebihan dan kekurangannya). Sampai mengisi waktu2 bersama dengan sesuatu yang asyik untuk dikenang : )

    Saling simak bacaan Al Quran dan berburu tempat2 sarapan baru dengan suasana baru menjadi agenda penting kami saat bersama.

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Halo, Mas. Salam kenal 🙂 Senang rasanya kalo apa yang saya share bisa bermanfaat bagi orang lain. Semoga ada kebaikan yang bisa diambil dari cerita saya dan almarhum suami ya, Mas. 🙂

      Like

      Reply
  2. risah icha azzahra

    Saya sempat merasa ada di titik denial. Merasa Abang masih ada. Bahkan saya pernah berada di masa-masa saya rutin mengirimkan email ke Abang dan menceritakan berbagai keseruan yang saya lalui di hari itu.

    merinding banget pas baca bagian itu.
    sampai harus ngusap2 bahu..

    semoga tetap kuat ya ka lia. aku yg selalu baca sosmed kk tau, klo ka lia itu kuat banget .

    semoga bahagia sekalu kak

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Ichaaaa terima kasih yaaaa. Insya Allah semakin ke sini semakin kuat meski yah gak bisa bohong kalo masih sering merasa kangen 🙂

      Kamu juga ya semoga bahagia dan sukses selalu, Cha 🙂

      Like

      Reply
  3. Orin

    Liaaaaa *peluk.

    In case masih perlu ‘tong sampah’ untuk bercerita, silakan ya Liaaa, dg senang hati aku terima, ikhlasin aja kalo somehow jd bahan cerita fiksi #lho hihihihii

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Teh oriiiinnnn.. Terima kasih yaaaa. Insya Allah sekarang sih ngeranya much much much better. Meski kadang masih suka tiba-tiba mellow dan kangen Abang hehehe. Nanti deh kapan-kapan aku cerita yaaa teh. Ikhlas kok kalo mau dijadiin bahan cerita hahaha.

      Like

      Reply
  4. vivadeasy

    Mba saya nyasar kesini krn review jalan-jalan, dan ga sengaja kebaca post ini. Yang kuat yah mba, walaupun ga saling kenal tapi sudut mata saya juga menitik krn merasakan perasaan mendalam itu. Semoga Allah merahmati mba dan keluarga

    Like

    Reply

Share your thoughts!