Jelajah Sejarah Pekanbaru Bersama Pekanbaru Heritage Walk

Sebagai seseorang yang lahir di Pekanbaru, bisa dibilang saya gak tau banyak tentang kota ini. Apalagi soal cerita sejarahnya. Ya maklum dulu cuma numpang lahir aja. Saya baru mulai tau sedikit demi sedikit sejarah Pekanbaru ketika mengikuti Pekanbaru Heritage Walking Tour hari Sabtu (11/2) lalu.

Sabtu pagi itu, saya bersama peserta tur lainnya berkumpul di Rumah Singgah Sultan Siak yang berada di bawah jembatan Siak 3. Peserta yang mengikuti tur ini terdiri dari berbagai kalangan dan profesi. Mulai dari para petinggi kantor airlines di Pekanbaru, travel agent, sampai komunitas Backpacker Pekanbaru.

Semuanya merasa sangat excited mengikuti Pekanbaru Heritage Walking Tour yang baru pertama kali diadakan ini. Termasuk saya. 😀

Kegiatan ini dimulai pada pukul 07.30 wib. Dibuka oleh Bang Iwan Syawal, salah satu inisiator Pekanbaru Heritage Walk. Dalam sesi pembukaan tersebut, Bang Iwan memberikan informasi tentang rute yang akan kami lalui di tur pagi itu. Juga sedikit cerita sejarah dibalik tempat-tempat yang akan kami kunjungi.

Setelah itu seluruh peserta dibagi ke dalam 4 kelompok. Saya dan Mutia bergabung bersama teman-teman Backpacker Pekanbaru.

Masing-masing kelompok didampingi oleh guide yang sudah teruji pengalaman dan pengetahuannya mengenai sejarah tempat-tempat yang akan dikunjungi dalam tur ini. Selain itu, semua peserta juga sudah dibekali dengan guidance e-book yang berisi berbagai informasi singkat tentang trip ini.

Lalu, apa saja tempat-tempat yang kami kunjungi selama mengikuti Pekanbaru Heritage Walking Tour? Ini dia.

1. Rumah Singgah Sultan Siak

Rumah Singgah Sultan Siak

Rumah panggung khas Melayu ini bisa ditemukan di bawah jembatan siak 3 Pekanbaru. Berdasarkan informasi yang tertera di sana, katanya ini adalah Rumah Singgah Tuan Qadhi. Tapi ternyata dari informasi yang dihimpun oleh teman-teman Pekanbaru Heritage Walk, sebenarnya rumah ini adalah rumah singgah Sultan Siak saat beliau berkunjung ke Pekanbaru.

Rumah ini didirikan sekitar tahun 1895 dan dipugar di tahun 1928. Jika diperhatikan pada tiang tangga menuju pintu masuk, bisa dilihat ada ukiran tanggal 23 Juli 1928 yang konon merupakan tanggal pemugaran rumah milik H. Nurdin Putih, mertua dari Tuan Qadhi H Zakaria ini.

Dulu ketika Sultan Syarif Kasim II berkunjung ke Pekanbaru, beliau akan singgah terlebih dulu di rumah ini. Rumah ini memang terletak di pinggir sungai. Jadi sultan akan turun dari kapal ke rumah ini, singgah sebentar, baru kemudian berjalan menuju Masjid Nur Alam atau yang kini dikenal dengan Masjid Raya Pekanbaru untuk beribadah.

Bagian Dalam Rumah Singgah Sultan Siak

Saat ini, rumah singgah Sultan Siak ini sudah tidak ada lagi yang menempati. Bagian dalamnya sudah kosong, hanya ada beberapa foto suasana di sekitar sungai Siak dan jembatan Leighton tempo dulu.

2. Terminal Lama Pekanbaru

Perjalanan pun kami lanjutkan ke sisi kiri jembatan siak 3. Di sana terdapat sebuah bangunan bercat biru yang merupakan salah satu bagian dari terminal lama Pekanbaru.

Terminal Lama Pekanbaru

Sekitar tahu 1950an, di tepi sungai Siak ini berdiri sebuah terminal bus yang menjadi saksi bisu hilir mudiknya bus-bus antar kota seperti Sinar Riau dan Batang Kampar yang saat itu membawa penumpang menuju Sumatera Barat, Duri, serta Dumai. Dulunya di terminal ini terdapat sebuah plang bertuliskan “Selamat Datang di Pekanbaru”. Namun sayang, plang besi tersebut sekarang sudah tidak ada.

Sebuah bangunan bercat biru inilah yang menjadi sisa-sisa peninggalan terminal bus Pekanbaru tempo dulu. Bangunan ini menghadap ke arah sungai Siak yang merupakan salah satu jalur terpadat di Pekanbaru pada masa itu.

Dulu di Sungai Siak ini terdapat jembatan Pontoon yang menjadi akses masyarakat Pekanbaru yang ingin menyeberang ke Rumbai. Terutama bagi para pekerja Caltex saat itu. Di waktu-waktu tertentu, jembatan Pontoon ini akan bergeser dan memberi jalan bagi kapal-kapal yang akan melewati sungai Siak.

Jembatan Pontoon Pekanbaru 1960

Mama pernah bercerita tentang masa kecil beliau yang banyak dihabiskan dengan menyeberangi jembatan Pontoon ini. Kebetulan rumah nenek berada di sekitar sungai Siak. Saat bulan Ramadhan tiba, Mama seringkali ditugaskan pergi membeli es batu ke seberang sungai. Mama pergi ke sana dengan berjalan kaki menyeberangi jembatan Pontoon.

Sekitar jam 6 sore, biasanya jembatan akan bergeser karena ada kapal-kapal yang mau lewat. Nah, kalo Mama telat pulang sedikiiiit aja, ya pasti tertahan di seberang sungai. Dan semua orang di rumah pun akhirnya batal berbuka puasa dengan es batu, karena Mama harus menunggu jembatan tersambung kembali untuk bisa pulang ke rumah. 😀

3. Aktivitas Bongkar Muat Barang

Dari rumah singgah Sultan Siak dan Terminal Lama Pekanbaru, kami pun melanjutkan berjalan kaki menuju rumah-rumah warga di jalan Perdagangan, Kampung Bandar, Pekanbaru. Rumah-rumah warga ini berada di tepi sungai Siak.

Salah satu aktivitas warga yang bisa dilihat di sana adalah aktivitas bongkar muat barang ke sebuah kapal kayu. Dari informasi yang saya dapatkan, barang-barang tersebut adalah barang-barang dari Jakarta yang akan dibawa ke Selat Panjang. Karena menuju Selat Panjang tidak ada jalur darat ataupun udara, jadi jalur sungailah yang dipilih.

Bongkar Muat Barang

Di sebuah kota besar seperti Pekanbaru, ternyata masih ada lho aktivitas pengiriman barang yang sepenuhnya masih menggunakan tenaga manusia. Yang diangkut berbagai macam, mulai dari kaca sampai barang-barang lainnya.

Kapalnya sendiri masih berupa kapal kayu. Benar-benar tradisional.

Kapal Barang Pekanbaru - Selat Panjang

4. Rumah Tenun Kampung Bandar

Destinasi selanjutnya dari kegiatan Pekanbaru Heritage Walking Tour ini adalah melihat proses pembuatan tenun siak di Rumah Tenun Kampung Bandar. Letaknya gak jauh dari pelabuhan tempat bongkar muat barang yang saya ceritakan di atas.

Rumah tenun Kampung Bandar ini berdiri sejak tahun 1887. Rumah ini merupakan kediaman keluarga alm Hj. Ramnah Yahya atau Hj. Nuraini Ibrahim yang merupakan saudara kandung dari salah seorang pejuang perintis kemerdekaan, H. Abdul Hamid Yahya. Konon dulunya rumah ini pernah menjadi gudang logistik dan dapur umum di masa awal perang kemerdekaan.

Saat ini, rumah ini menjadi salah satu tempat produksi tenun di Pekanbaru. Di rumah tenun ini terdapat 3 buah Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), yang setiap harinya membuat kain tenun khas Riau.

Rumah Tenun Kampung Bandar

Saat berkunjung ke rumah tenun inilah, saya pertama kali melihat langsung proses tenun tsb. Kaki dan tangan semuanya bekerja untuk menciptakan hasil tenun yang indah.

Jadi jangan heran jika harga selembar kain tenun bisa sampai beratus-ratus ribu atau bahkan jutaan rupiah. Bukan hanya proses pembuatannya saja yang susah dan membutuhkan ketekunan ekstra, tapi juga bahan bakunya yang khusus. Di rumah tenun Kampung Bandar ini, benang emas yang digunakan sejak dulu sampai sekarang adalah benang yang diimpor dari Singapura lho.

Kain Tenun Siak

Anyway, harga kain tenun di rumah tenun Kampung Bandar ini bervariasi. Untuk sebuah kain berukuran 2 meter, harganya mulai dari 700an ribu sampai jutaan rupiah. Kalo mau yang murah meriah, di sana juga tersedia selendang tenun sederhana yang cantik yang bisa dibeli dengan harga Rp50.000 🙂

5. Rumah Melayu Tempo Dulu

Dari rumah tenun Kampung Bandar, perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri gang-gang kecil di Kampung Bandar Senapelan. Di sana, kita bisa melihat rumah-rumah lama yang usianya sudah puluhan tahun.

Salah satunya rumah ini:

Rumah Warga Kampung Bandar

Kalo diperhatikan dari rumah ini, kelihatan kan ada jendela kecilnya di bagian atas rumah? Itu namanya bilik pingitan. Rumah Melayu tempo dulu biasanya punya tuh bilik pingitan seperti itu. Sebuah ruangan kecil berjendela yang berada di langit-langit rumah.

Konon, dulu jika ada laki-laki yang bertamu ke rumah, anak gadis di rumah itu akan langsung disuruh naik ke bilik pingitan. Jadi si anak gadis ini hanya bisa mengintip dari bilik pingitan tersebut. Tidak boleh bertemu langsung dengan si tamu laki-laki yang datang.

Selain rumah yang saya foto di atas, masih banyak rumah-rumah lama lainnya yang bisa ditemui di sepanjang jalan perdagangan Kampung Bandar ini. Uniknya, meskipun rumahnya model lama dan masih menggunakan kayu, tapi mostly sudah ber-AC lho! 😀

6. Kota Tua Pekanbaru

Tidak hanya rumah-rumah lama saja yang bisa kita lihat, sisa-sisa bangunan Pekanbaru tempo dulu pun bisa dinikmati di sepanjang perjalanan. Salah satunya adalah yang menjadi gudang garam kasar ini.

Bangunan Tua di Pekanbaru

Bangunan-bangunan lama di sepanjang jalan perdagangan menuju Pasar Bawah Pekanbaru ini mostly berarsitektur Tionghoa. Wajar saja, karena di daerah ini memang banyak pedagang-pedagang yang berasal dari Tionghoa.

Kami juga melihat salah satu ruko yang dulu merupakan saksi bisu awal mula kejayaan kedai kopi Kimteng, salah satu kedai kopi yang terkenal di Pekanbaru. Ruko tersebut sekarang memang sudah dipenuhi semak belukar. Tapi masih berdiri kokoh menghadap ke arah pelabuhan lama Pekanbaru.

Bangunan Lama Kedai Kopi Kimteng

Foto di atas adalah bagian samping Kimteng jaman dulu. Bagian depannya menghadap ke arah pelabuhan. Konon dulu, penumpang-penumpang kapal yang turun di pelabuhan tersebut, akan singgah terlebih dulu di Kedai Kopi Kimteng ini. Ngopi-ngopi sambil berbincang satu sama lain. Mostly pengunjung Kimteng adalah pengusaha. Makanya sampai sekarang, Kimteng memang dikenal banget sebagai salah satu kedai kopi yang seringkali jadi tempat pertemuan pengusaha-pengusaha di Pekanbaru.

7. Tugu Nol Kilometer

Tugu ini merupakan patok nol kilometer penanda pembuatan jalan penghubung antara Pekanbaru-Bangkinang-Payakumbuh. Tugu ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1920.

Jalur tersebut menjadi urat nadi perdagangan antara Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera saat itu. Barang-barang dari Pantai Barat Sumatera dibawa menuju pelabuhan Pelindo I yang berada di dekat tugu nol kilometer ini. Di masa itu, kapal-kapal dagang dari KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) setiap seminggu sekali akan berlayar dari Pekanbaru menuju Singapura/Tumasik. Lalu, di Singapura, barang-barang dagangan dari Sumatera itu akan dikirimkan kembali ke berbagai negara.

Gudang Pelindo yang berada di dekat tugu nol kilometer ini, menjadi saksi bisu kejayaan perdagangan antara Sumatera Timur (Pekanbaru) ke Singapura di masa itu.

8. Rumah Syahbandar

Rumah Syah Bandar

Rumah ini merupakan rumah peninggalan Belanda di tahun 1920an. Dulunya digunakan sebagai kantor Syahbandar yang ditunjuk oleh Belanda. Alasan Belanda menempatkan pegawai syahbandar mereka di Pekanbaru saat itu adalah untuk mendata kapal-kapal dagang yang masuk dan keluar kota Pekanbaru. Di masa itu, perdagangan Pekanbaru memang sangat pesat.

Fungsi Syahbandar adalah sebagai pengawas keselamatan kapal dan sebagai kepala bea cukai. Di zaman keemasan pelabuhan lama Pekanbaru, rumah Syahbandar inilah yang menjadi saksi bisu pergerakan kapal-kapal yang membawa hasil bumi dari Riau menuju Singapura.

9. Istana Hinggap

Dari pelabuhan lama, kami melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Tuan Qadhi atau yang juga dikenal dengan sebutan Istana Hinggap. Kenapa disebut istana hinggap? Karena dulunya, rumah ini merupakan rumah yang menjadi tempat menginap sultan Siak saat berkunjung ke Pekanbaru.

Jadi, setelah sultan turun dan singgah di rumah mertua Tuan Qadhi, sultan akan melanjutkan perjalanan ke masjid raya, dan beristirahat serta menginap di rumah Tuan Qadhi ini. Siapakah Tuan Qadhi? Beliau adalah H. Zakaria bin Abdul Muthalib, salah seorang kepercayaan Sultan Syarif Kasim II yang menjadi penasihat raja di bidang agama.

Istana Hinggap

Rumah ini berdiri pada tahun 1900-an awal. Salah satu bangunan bergaya Indische yang berada di kota Pekanbaru. Di dalam rumah ini terdapat sebuah kamar khusus untuk Sultan, yang digunakan oleh Sultan ketika berkunjung ke Pekanbaru dan menginap di rumah ini.

Berbagai furniture di dalam rumah ini masih asliSeperti dua buah kursi dan 1 meja yang merupakan hadiah dari Laksamana Raja Di Laut kepada Sultan Siak pada tahun 1800-an. Ada juga foto-foto Tuan Qadhi dan Sultan, serta suasana Istana Siak pada masa pemerintahan sultan tempo lalu.

Bagian Dalam Istana Hinggap

Rumah ini menjadi saksi bisu catatan sejarah di Pekanbaru dan Indonesia. Salah satunya adalah pada saat agresi militer Belanda kedua di tahun 1949, Belanda menjadikan rumah ini sebagai penjara dan rumah sakit. Lalu, saat rapat pembentukan Provinsi Riau, rumah inilah yang menjadi tempat berlangsungnya rapat pembentukan tersebut.

Tidak banyak yang berubah dari interior dan eksteriornya. Ketika mengunjungi rumah ini, kita bisa melihat langsung kejayaan kerajaan Siak pada masa itu dan juga mendengar cerita catatan sejarah dari cucu menantu Tuan Qadhi yang sekarang tinggal di rumah ini. 🙂

***

Selain mengunjungi tempat-tempat di atas, dalam Pekanbaru Heritage Walking Tour kemarin, kami juga melewati Masjid Raya, makam Marhum Bukit (pendiri Pekanbaru), dan jalan Hashim Straat di samping Masjid Raya yang merupakan jalan pertama di Pekanbaru.

Tur ini ditutup dengan sarapan pagi di Kedai Kopi Segar, yang merupakan kedai kopi milik anak dari bapak Kimteng dan mengunjungi toko roti legendaris di Pekanbaru, yaitu Toko Roti Senapelan yang sudah ada sejak  tahun 1960-an.

Dari pengalaman saya menelusuri sudut kota tua Pekanbaru di akhir pekan kemarin, saya jadi menyadari satu hal: Pekanbaru ternyata punya banyak sekali jejak sejarah yang harus dilestarikan. Dan menjelajah sudut kota tua Pekanbaru melalui kegiatan Pekanbaru Heritage Walk ini menjadi salah satu cara untuk mengenal kota ini dari sudut yang berbeda. 🙂

Ini #CeritaAkhirPekan saya. Bagaimana dengan akhir pekanmu? Tertarik untuk mengunjungi Pekanbaru dan ikut menelusuri jejak sejarah di kota bertuah ini? 😉


Referensi catatan sejarah di blogpost ini diambil dari e-book Pekanbaru Heritage Walking Tour Guidance.

59 thoughts on “Jelajah Sejarah Pekanbaru Bersama Pekanbaru Heritage Walk

  1. Evi

    Wow banyak juga konten Walking heritage tour-nya Mbak. Pekanbaru relatif masih banyak menyimpan sisa-sisa kebudayaan melayu ya. Rumah pingit itu sungguh unik rancangannya 🙂

    Like

    Reply
  2. Annisakih

    Kangennyadengan Pekanbaru.. dan baru ngeh 13 tahun tinggal disana tapi cuma pernah ke beberapa tempat, itupun cuma sambil lewat hehehe.. Istana hinggap itu keren ya ternyata

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Dari sekian tempat yang aku share di blogpost ini, mana aja yang pernah kakak lewatin, Kak? Iya istana hinggap itu keren. Dan itu di tengah kota Pekanbaru lho letaknya. Tapi banyak yang gak tau hehehe.

      Like

      Reply
  3. Annisakih

    Daerah pasar senapelean, kota lama itu dulu waktu SD pernah diajak muter2 sama teman kantor ayah yang orang asli sana. Seru soalnya rame2 sekalian anak tmn2 ayah sekantor lainnya. Terminal lama juga kayaknya pernah lewat dgn keluarga waktu menyelusuri jembatan siak 3. Istana Hinggap ini yg kakak penasaran, dari luar kayaknya familiar, alamat lengkap nya dmn sih Lia?

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Istana Hinggap ini di samping SMA Muhammadiyah, Kak. Dekat banget sama Masjid Raya. Ada jalan kecil gitu, Lia lupa nama jalannya apa. Nah masuk ke situ, posisi Istana Hinggap ini persis di sebelah kiri setelah SMA Muhammadiyah.

      Like

      Reply
  4. sri murni

    Wah saya lima tahun tinggal di PKU juga gak sempat menjelajah heritage-nya….. Asyik ternyata. Sayang ya beberapa rumah sudah tidak terurus begitu… Yang rumah singgah itu, apakah memang tidak ada perabotnya?

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Wah mbak Menix sempat tinggal di Pekanbaru juga ya? Yang rumah singgah udah gak ada perabotnya mba. Jadi masuk ke dalam rumah ini cuma untuk merasakan dalamnya rumah melayu tempo dulu aja 🙂

      Like

      Reply
  5. Dita Indrihapsari

    Wah, di tugu nol kilometer itu ada logo Kementrian PU. Berarti logo itu udah lama ada ya.. Asik bgt ya mba ada Heritage tour gini, jadi bisa tau msh ada bangunan2 tua yg jadi saksi sejarah.. Tenunnya baguuusss, sebanding ya harga sama proses bikinnya.. 🙂

    Like

    Reply
  6. Robbi Hafzan

    Wah… kren kren spot tour nya kak… sangat menambah wawasan… btw rumah tradisional nya kece banget 🙂 and aku ingat lagu sebuah lagu minang yang jufulnua sinar riau lihat halte itu he he

    Like

    Reply
  7. Eka Handa

    Waah, tulisannya informatif banget, suka deh. Jadi yang belum pernah ke Pekanbaru dan ga tau mau jalan kemana, bisa menyusuri jejak dari cerita ini.

    Btw, rumah pingit itu unik ya. Tembok tangga rumah singgah itu keren. Istana Hinggapnya juga cakep.

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Iya semoga bisa jadi referensi kalo mau jalan-jalan ke Pekanbaru ya, Eka 😊

      Iya yang bilik pingit itu unik juga. Aku pun baru tau kalo ternyata rumah orang melayu jaman dulu ada bilik pingitannya 😀

      Like

      Reply
  8. irasandae

    sering kepkn baru yang terlintas cuma mall dimana mana
    ternyata masih banyak rumah rumah melayu jaman dulu yang punya cerita
    next kapan kapan klo kepkn baru lagi
    aku coba dateng kerumah yg mbak linda tulis

    🙂

    Like

    Reply
  9. chotijah

    informatif banget si kak, dari dulu pengen ke pekanbaru. tapi kalau mikir, ah gak usah gak ada apa apa kesana. jadi gak pergi2. karna tulisan kak lia jadi ada tujuan kalau ke pekanbaru

    Like

    Reply
  10. Pingback: Meninggalkan Pekanbaru | liandamarta.com

  11. BaRTZap

    Nah, ini dia yang aku cari-cari. Selama ini aku sering disuruh main ke Pekanbaru, tapi teman-teman yang tinggal di sana kalau ditanya soal peninggalan sejarah, banyak yang geleng kepala. Lumayan nih, postingan satu ini bisa jadi bekal kalau misalnya nanti main ke Pekanbaru.

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Next time kalo ke Pekanbaru lagi cobain aja mas ikutan Pekanbaru Heritage Walk. Nanti aku kasih kontak temen-temenku di sana yang arrange kegiatan ini. Selain wisata sejarah gini, wisata kulineran peranakan tempo dulu di Pekanbaru juga seru banget lho. 🙂

      Liked by 1 person

      Reply
      1. BaRTZap

        Asiiik, beneran bisa ya? Kirain itu cuma acara sesekali aja. Bolehlah kalau begitu, seandainya aku mau main ke Pekanbaru nanti aku minta info detailnya yaaa 🙂

        Like

        Reply
        1. liandamarta.com Post author

          Iya, bisa kok. Sejauh ini memang belum rutin setiap minggu. Masih diusahakan minimal 2 minggu sekali. Tapi pengennya sih bisa jadi agenda rutin setiap minggu. Nanti berkabar aja ya kalo ada rencana kunjungan ke Pekanbaru 🙂

          Liked by 1 person

          Reply
  12. Pingback: Ketika Berhasil Melawan Diri Sendiri | liandamarta.com

  13. Intan Bauw

    Halo ka Lianda, konten blog tentang destinasi wisata Pekanbaru nya informatif sekali, beruhubung saya berasal dari luar Provinsi Riau, kalau misal kita mau ikut kegiatan PHW ini gimana caranya ya Ka?Terimakasih 🙂

    Like

    Reply
  14. Pingback: Jelajah Sejarah Pekanbaru Bersama Pekanbaru Heritage Walk — liandamarta.com – http://fitrhado.wordpress.com

  15. Pingback: Jelajah Sejarah Pekanbaru Bersama Pekanbaru Heritage Walk – http://fitrhado.wordpress.com

Share your thoughts!