Menyusuri Jejak Sejarah di Kawasan Bangunan Merah Melaka

Berubahnya itinerary kami saat berlibur ke Malaysia minggu lalu, membuat kami memutuskan untuk mengunjungi Melaka terlebih dahulu. Ini adalah kali ketiga saya berkunjung ke Melaka. Kunjungan pertama dan kedua terjadi di tahun 2003 silam, saat saya pergi berobat ke Malacca Medical Center, salah satu rumah sakit ternama di kota ini.

Kami hanya punya waktu kurang lebih 3 jam untuk mengeksplor kota ini. Tentu saja, waktu tersebut tidaklah cukup. Mengingat ada banyak tempat yang bisa dikunjungi di Melaka. Karena itu kami hanya memutuskan untuk berkeliling di sekitaran Bangunan Merah Melaka saja.

Sebelumnya saya mau share info dulu mengenai moda transportasi yang kami gunakan untuk sampai di Melaka. Kami berangkat dari Terminal Larkin Johor Bahru menuju Melaka Sentral pada pukul 09.30 waktu setempat. Bus yang kami pilih adalah Konsortium Bas Ekspres seharga 25 RM per orangnya. Yang tertera di tiket sih harganya 21 RM. Kayaknya di-mark up sama calonya, tapi ya sudahlah ya.

Konsortium Bas Ekspres ini menurut saya sangat nyaman. Tempat duduknya gede dan lega banget. Ada sandaran kaki pula. Perjalanan yang ditempuh selama kurang lebih 3,5 jam pun jadi gak berasa lama.

Kami sampai di Melaka Sentral sekitar pukul 1 siang dan langsung menyimpan barang bawaan di tempat penyimpanan. Satu tas dikenakan biaya penyimpanan sebesar 4 RM. Lumayan lah, daripada nenteng tas berat-berat kan. 😀

Dari Melaka Sentral ke Bangunan Merah, kami naik bus Panorama No. 17 seharga 2 RM. Nunggu bus ini lumayan lama, kurang lebih sejam. Ternyata jalanan Melaka yang kecil dan hanya muat untuk 2 mobil ini macet banget. Kebayang dong gimana macetnya liburan di saat long weekend?

Pemandangan segerombolan burung merpati yang menyambut kami tak jauh dari kawasan wisata Bangunan Merah berada pun mulai terlihat saat bus berbelok arah ke jalan Laksamana. Sekitar 500 meter dari sana, tampak gereja tua Church of Francis Xavier berdiri tegap dengan bentuk bangunan menyerupai kastil.

DSC05413

DSC05389

Bus berhenti di tempat pemberhentian yang berada tepat di sebelah salah satu bangunan merah tersebut. Kawasan wisata Bangunan Merah Melaka ini layaknya Kota Tua di Jakarta. Berupa gedung-gedung tua bergaya Eropa klasik dengan warna merah bata yang membuatnya jadi terlihat indah.

Bangunan-bangunan yang ada di kawasan Bangunan Merah Melaka ini hampir keseluruhan adalah bangunan asli yang dibangun sejak puluhan tahun lalu oleh pemerintah Belanda. Meskipun sudah tua, tapi bangunan-bangunan ini masih berdiri gagah dan terlihat sangat terawat. 🙂

DSC05271

Di kawasan wisata Bangunan Merah ini, ada tiga bangunan yang menjadi icon kota Melaka. Bangunan pertama adalah gereja tua Christ Church Melaka yang didirikan sejak tahun 1753, clock tower, dan Stadthuys (balai kota). Ada pula air mancur Ratu Victoria yang terletak di tengah-tengah taman.

Bangunan-bangunan ini dulunya dibangun dan digunakan saat masa penjajahan Belanda ke Melaka. Salah satunya Stadthuys (balai kota) yang dulu digunakan sebagai tempat tinggal dan kantor bagi gubernur Belanda.

Namun saat ini, semua bangunan di kawasan ini sudah beralih fungsi menjadi museum dan destinasi wisata di Melaka. Karena kawasan ini memiliki banyak cerita tentang sejarah kota Melaka di masa lalu dan konon diyakini sebagai salah satu bangunan tertua di dunia, maka kawasan ini pun diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia (Malacca World Heritage). 🙂

DSC05270

DSC05370

Anyway, jika mau membeli oleh-oleh atau souvenir khas Melaka, jangan khawatir. Ada banyak kios-kios yang menjual beraneka macam souvenir khas Melaka di kawasan bangunan merah ini. Harganya masih wajar kok, saya beli 3 magnet kulkas seharga 10 RM saja. 🙂

DSC05272

Yang saya suka dari kawasan ini adalah kerapian dan kebersihannya. Meskipun saya datang di saat long weekend yang which is dipenuhi dengan wisatawan, namun saya masih merasa nyaman menyusuri kawasan ini dengan berjalan kaki. Banyaknya kios-kios yang menjual aneka souvenir pun tidak membuat pemandangan di tempat ini menjadi semrawut. Hal-hal seperti ini yang patut diacungi jempol. 🙂

Ada yang sudah pernah jalan-jalan ke Kawasan Bangunan Merah di Malaka ini? Share ceritanya yuk di kolom komentar! 🙂

20 thoughts on “Menyusuri Jejak Sejarah di Kawasan Bangunan Merah Melaka

  1. denaldd

    Wahh lihat gereja merah jadi kangen Melaka, Lia. Kangen dengan becak hiasan bunga2 dan ikutan tour sungai. Aku dulu kesana tahun 2010 dan nyampenya pagi, jadi bisa eksplore seharian.
    Lia, aku jadi ingat GA mu nih tahun lalu aku ikutan haha. Sekarang aku lagi bikin rekapan terinspirasi dari ikutan GA mu.

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Asiknya explore Melaka ini memang seharian ya mbak. Kemarin aku cuma beberapa jam aja di sana, jadinya gak banyak yang bisa diexplore. Paling cuma main di kawasan bangunan merah ini aja dan foto-foto di pinggir sungai hehehe.

      Wah, aku meluncur ke blog mba Deny ah baca rekapannya 😀

      Like

      Reply
  2. Gara

    Belanda itu semacam memberi modal bagi seluruh kota-kota yang kini jadi pusat peradaban kolonial ya Mbak. Tinggal sekarang tergantung pada pemerintah yang sekarang mengelola–ah, bahkan kota yang di zamannya dulu tidak terlalu besar seperti Malaka saja bisa jadi World Heritage Sites hari ini, karena konservasi yang sangat bagus.
    Sementara itu, Batavia, the headquarter, pusat dari seluruh kegiatan di daerah koloni Belanda, malah bernasib seperti Kota Tua itu… ah, ada banyak yang harus dibenahi!

    Like

    Reply
    1. liandamarta.com Post author

      Setiap abis jalan-jalan ke negeri tetangga, aku juga jadi mikir deh, Indonesia ini banyak banget potensi wisata yang bisa diangkat, tapi kadang gak dibenahi. Jadinya ya gitu deh. Bayangin deh kalo Kota Tua dirapiin, pasti bisa makin rame sama wisatawan. Lha wong sekarang masih kurang rapi aja tetep rame ya, Gara 😀

      Liked by 1 person

      Reply
  3. Pingback: Menginap Semalam di Insta Hotel Johor Bahru | liandamarta.com

  4. Pingback: Makan Apa di Melaka? | liandamarta.com

  5. Pingback: Pengalaman Menginap di Citin Seacare Pudu Hotel Kuala Lumpur | liandamarta.com

  6. Pingback: Rekomendasi SIM Card di Singapore, Malaysia, dan Thailand | liandamarta.com

Share your thoughts!