Child Sexual Abuse Awareness

Beberapa waktu terakhir, banyak sekali beredar pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual pada anak. Saya yang belum menjadi seorang ibu saja ngeri mendengar semua pemberitaan itu. Apalagi yang udah jadi ibu ya, pasti kepikiran banget sama kasus-kasus seperti ini. 😦

Ketika saya googling mengenai data statistik kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia, hasilnya sangat mencengangkan. Di tahun 2014 yang “baru” berjalan selama lima bulan ini, jumlah anak yang mencapai korban kekerasan tercatat ada sekitar 800an anak dari seluruh Indonesia. Di Riau sendiri sudah tercatat ada sekitar 104 orang anak yang menjadi korban kekerasan seksual dengan 6 di antaranya berasal dari Pekanbaru. Itu baru data yang terungkap loh. Ngeri, ya! 😦

Atas dasar itulah di kelas bulan ini, teman-teman relawan Akademi Berbagi Pekanbaru mengadakan kelas dengan tema Child Sexual Abuse. Tujuannya kurang lebih ingin mengedukasi masyarakat, khususnya orang tua, agar dapat menyelamatkan anak-anaknya dari ancaman kekerasan seksual tersebut. Karena walau gimana pun, keselamatan pertama anak-anak ada di tangan orang tuanya. Kita mungkin tidak bisa tau siapa oknum-oknum pedofil yang ‘mengintai’ anak-anak di sekitar kita. Tapi setidaknya, kita bisa tau bagaimana cara menjaga anak-anak dari ancaman pedofil-pedofil tersebut dengan mengedukasi diri kita untuk tau lebih dalam tentang kekerasan seksual pada anak dan bagaimana cara menghindarinya.

PKU12Well, saya akan share di blog ini tentang materi Child Sexual Abuse yang disampaikan oleh ibu Aida Malikha di kelas Akber Pekanbaru kemarin pagi. FYI, ibu Aida Malikha ini adalah seorang psikolog anak yang juga aktif sebagai konsultan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Siak. Berbekal pengalaman dan background pendidikannya itulah, beliau sharing mengenai hal-hal yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat terkait kekerasan seksual pada anak.

Jadi, apa sih yang dimaksud dengan kekerasan seksual pada anak itu?

Jika merujuk pada definisi menurut APA (American Psychological Association), Child Sexual Abuse atau kekerasan seksual pada anak adalah adanya paksaan dari seseorang untuk melakukan hubungan seksual pada anak-anak. Pelaku kekerasan seksual pada anak akan menggunakan anak-anak untuk mendapatkan kenikmatan atau kepuasan seksualnya. Bentuk perilakunya bisa macam-macam, mulai dari menyentuh bagian tubuh anak, menunjukkan gambar/video yang menampilkan aktivitas seksual pada anak, sampai membuat atau memaksakan anak melakukan hubungan seksual.

Di kelas Akber Pekanbaru pagi tadi, bu Aida juga membeberkan data statistik lainnya terkait kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia. Ternyata FBI menyebutkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus pedofilia tertinggi di Asia. Dalam empat bulan terdapat 92 perkara. Waduh! 😥

Pelaku kekerasan seksual bisa anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang dekat dan dikenal oleh anak sampai yang tidak dikenal oleh anak. Biasanya pelaku tampil dalam wujud seseorang yang baik dan ramah pada anak-anak. Pelaku seperti ini cenderung akan membujuk dan merayu anak sebelum melakukan kekerasan seksual tersebut. Selain itu, ada pula pelaku yang mengancam anak untuk mendapatkan kepuasan seksualnya. 😦

Yang bikin ngeri dari kasus-kasus kekerasan seksual pada anak ini adalah dampaknya pada anak yang menjadi korban. Secara umum, akan ada masalah psikologis dan perilaku, baik itu jangka pendek ataupun jangka panjang. Korban pada umumnya akan menunjukkan ketakutan dan kecemasan pada lawan jenis atau masalah seksual. Dampak lainnya bisa dilihat dari dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang pada anak.

Dampak Jangka Pendek

  1. Perilaku regressive (mundur dari usianya). Misal : mengompol, mengisap jempol, dsb
  2. Gangguan tidur atau mimpi buruk
  3. Gangguan makan
  4. Gangguan perilaku atau prestasi di sekolah
  5. Tidak mau berpartisipasi di sekolah
  6. Mengurung diri

Dampak Jangka Panjang

  1. Depresi
  2. Tingkah laku yang self destructive. Misal : minum minuman keras atau narkoba.
  3. Insomnia
  4. Anxiety attack
  5. Bermasalah dalam interaksi sosial
  6. Bermasalah dalam hubungan seksual, berupa penolakan melakukan hubungan seksual dengan suami saat sudah menikah nanti

Mengerikan sekali ya dampak-dampak dari kekerasan seksual pada anak ini. Yang bikin miris, seringkali orang tua tidak peka pada perubahan di diri anaknya, sehingga kasus kekerasan yang terjadi pada diri anak akan terjadi berulang-ulang. Orang tua kadang lebih sibuk dengan urusan pribadinya dan cenderung akan denial jika melihat perubahan di diri anak. Ini yang membuat anak menjadi bungkam dan akhirnya mengalami kekerasan seksual berulang-ulang. 😦

Anyway, recovery pada anak korban kekerasan seksual bisa saja dilakukan, akan tetapi berhasil atau tidaknya proses recovery itu tergantung pada beberapa hal, yaitu :

  1. Usia anak
  2. Durasi / lamanya kekerasan seksual berlangsung pada diri anak
  3. Frekuensi anak mengalami kekerasan seksual tersebut
  4. Derajat kekasaran bentuk kekerasan seksual yang dialami anak
  5. Derajat kekuatan pemaksaan dari si pelaku
  6. Interpretasi anak. Pemahaman anak sebagai korban yang mengalami kekerasan seksual akan berbeda-beda dengan korban lainnya. Ini salah satu faktor penentu utama keberhasilan recovery pada anak korban kekerasan seksual.

Selain itu ada pula beberapa faktor pendukung lainnya, seperti :

  1. Family support. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam recovery anak sebagai korban kekerasan seksual, karena lingkungan terdekat anak ya keluarganya sendiri. Akan tetapi, dukungan dari keluarga akan sulit didapat jika pelaku kekerasan adalah orang terdekat atau mungkin salah satu dari anggota keluarga, karena pihak keluarga yang lain cenderung akan denial menyikapi kasus tersebut.
  2. Extra-familial support
  3. High self-esteem. Anak korban kekerasan seksual yang memiliki self esteem tinggi cenderung lebih ‘mudah’ direcovery. Oleh karena itu ajak anak untuk menciptakan prestasi-prestasi positif untuk meningkatkan self esteem pada diri anak.
  4. Spirituality

Meskipun recovery memang dapat dilakukan pada anak korban kekerasan seksual, akan tetapi ada satu hal yang jauh lebih penting dalam menyikapi maraknya kasus-kasus seperti ini, yaitu melindungi anak dari kekerasan seksual. Apa saja hal-hal yang bisa dilakukan untuk melindungi dan menyelamatkan anak-anak dari ancaman kekerasan seksual tersebut? Berikut poin-poin yang disampaikan oleh bu Aida Malikha.

  1. Jangan membiasakan anak untuk memeluk dan mencium orang lain, terutama orang di luar keluarga anak.
  2. Jangan membiasakan anak hanya menggunakan pakaian dalam ketika di rumah. Tetap biasakan anak untuk menggunakan pakaian yang tertutup. Jika mandi, biasakan anak menutup badannya dengan menggunakan handuk.
  3. Ajarkan anak pendidikan seksual dasar dan jelaskan pada mereka bahwa tidak seorang pun boleh menyentuh bagian pribadi mereka. Bu Aida juga menjelaskan bahwa sebisa mungkin anak-anak tidak dimandikan oleh pengasuh atau orang lain selain orang tuanya, agar anak tidak terbiasa ‘membiarkan bagian pribadi dari tubuhnya’ disentuh oleh orang lain.
  4. Bangun komunikasi yang kuat dengan anak. Dukung mereka untuk bertanya dan menceritakan pengalaman mereka. Jelaskan pentingnya melaporkan kekerasan pada orang dewasa yang dipercaya.
  5. Ajarkan mereka untuk berani melawan orang yang akan melakukan kekerasan terhadap mereka. Bangun keberanian dalam diri anak agar anak mampu memberikan perlawanan jika ia mengalami kekerasan seksual.
  6. Kenali teman-teman anak dan keluarganya
  7. Ingatkan pada anak untuk tidak masuk ke dalam mobil atau pergi dengan orang lain tanpa izin dari orang tua. Sekalipun anak ditawarkan permen atau mainan oleh orang yang mengajak pergi tsb.
  8. Ajarkan pada anak bahwa tubuh mereka adalah milik mereka, jadi anak boleh mengatakan TIDAK, bila anak tidak mau dipeluk atau mendapatkan sentuhan yang membuat anak tidak nyaman.

Hal lain yang perlu diingat, pelaku kekerasan seksual tidak melulu tampil dalam sosok yang menyeramkan, dan seringkali tampil dalam sosok yang perhatian dan penuh kasih sayang. Masih ingat soal buku cerita yang sempat booming di social media beberapa waktu lalu? Di buku tersebut dikisahkan bahwa seorang anak yang tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup dari ayahnya (sang ayah dikisahkan otoriter dan keras), justru mencari perhatian ke pamannya yang ternyata malah memanfaatkan anak tsb untuk kepuasan pribadinya. Inilah gambaran betapa pentingnya kedekatan emosional antara anak dengan ayah dan ibunya. Agar anak tidak ‘mencari-cari’ ke orang yang salah.

Selain itu, di kasus-kasus kekerasan seksual seringkali ditemukan Stockholm Syndrome yaitu munculnya rasa simpati korban terhadap pelaku sehingga korban akan ‘menyelamatkan’ pelaku agar pelaku tidak dihukum. Rasa simpati itu muncul biasanya karena pelaku bersikap baik dan penuh kasih sayang kepada korban. Hal tersebut dimaknai secara mendalam oleh korban dikarenakan korban tidak mendapatkan kasih sayang yang ‘utuh’ dari keluarganya. Di kasus-kasus seperti ini, fungsi keluarga hanya formalitas saja.

Meskipun saya belum menjadi orang tua, tapi saya seringkali mengamati interaksi antar orang tua dan anak di sekitar saya. Di zaman serba ‘mudah’ seperti sekarang ini, yang saya lihat orang tua seringkali ‘mengabaikan’ anak demi kepentingan pribadinya. Misal orang tua lagi asik sama kerjaan, anak ditinggal main sama pengasuh atau dikasih gadget biar anteng. Atau ketika di pusat perbelanjaan, anak dibiarkan bermain tanpa pengawasan sementara orang tua sibuk window shopping. Sedih sih liatnya, dan saya selalu meyakinkan diri saya kalo suatu saat nanti saya punya anak, saya gak mau bersikap seperti itu ke anak-anak saya. Apalagi setelah saya nonton video berikut ini :

Benar-benar bikin jleb ya, bahkan saya yang belum jadi ibu saja merasanya jleb banget karena saya juga sering ninggalin sepupu-sepupu atau ponakan saya main sendirian di tempat umum. 😦

It takes a split second to lure your child away. Keep a watchful eye before it’s too late.

Selain membahas seputar kekerasan seksual anak, ada beberapa informasi tambahan seputar parenting yang disampaikan oleh bu Aida di kelas #pku12 Akber Pekanbaru. Check it out :

  • Jangan kenalkan anak pada gadget dan internet sejak dini. Perkenalan pada gadget dan internet sebaiknya dilakukan saat anak berusia 12 tahun, itu pun dengan pengawasan dari orang tua. Salah satu tipsnya adalah tempatkan komputer atau akses internet di ruang keluarga, agar ketika anak menggunakan internet, orang tua dapat tetap mengawasinya. Anyway, untuk anak usia golden age, sebaiknya diajak bermain dan eksplorasi lingkungan sekitarnya, instead of dibiarkan anteng bermain gadget. Usia golden age juga usia yang tepat bagi anak meningkatkan kemampuan motoriknya, baik motorik halus maupun motorik kasar.
  • Pisahkan ruang tidur anak dan orang tua sejak usia 2 tahun. Agar orang tua tetap mendapatkan privacy untuk hubungan romancenya, karena banyak kejadian anak usia dini mempraktekkan hal-hal yang biasa ia lihat dari hubungan ayah ibunya terhadap teman lawan jenisnya. Jika anak mau masuk ke kamar orang tua, ajarkan anak untuk mengetuk pintu terlebih dahulu.
  • Jauhkan anak dari pemberitaan negatif di media. Pemberitaan tentang kekerasan seksual di media seringkali ‘menginspirasi’ anak untuk melakukan hal yang sama. Inilah mengapa banyak muncul pelaku-pelaku kekerasan seksual dari kalangan anak-anak, karena anak memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga berita kronologis yang detail disampaikan di media membuat anak ingin mencoba melakukan hal tersebut.
  • Jauhkan anak dari tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Terutama sinetron atau film yang mendukung perlakuan kasar dan hubungan antar lawan jenis di kalangan anak-anak di bawah umur.

***

Semoga apa yang saya uraikan di postingan ini bisa bermanfaat buat semuanya ya. Saling sharing saja seputar informasi tentang parenting dan anak-anak di sekitar kita. Bagi saya pribadi, tulisan ini juga sebagai bentuk reminder untuk diri saya sendiri. Jika kelak saya punya anak, tulisan ini bisa saya baca-baca lagi untuk refreshment hehehe. Gaya bener ya saya. 😀

Well, kalo ada tambahan informasi terkait do and don’t seputar kasus kekerasan seksual pada anak dan bagaimana upaya pencegahan yang terbaiknya, feel free to share di kolom komentar ya! 🙂

IMG_9351 IMG_9405Terima kasih bu Aida atas waktu dan ilmunya! Terima kasih teman-teman peserta dan relawan atas diskusi serunya! 🙂

All photos credit to Ridwan Azzuhri

34 thoughts on “Child Sexual Abuse Awareness

    1. liamarta Post author

      Iya Ajo, infonya di Pekanbaru udah ada 6 apa 7 orang gitu kasus yang terungkap. Yang terakhir di Harapan Raya, ada anak TK yang diperkosa preman waktu lagi nunggu dijemput sama ibunya. Duh! 😦

      Like

      Reply
  1. ayanapunya

    akhir-akhir ini sering ngobrolin tentang ini juga sama teman. trus juga ngebayangin gimana nanti kalau kami bakal jadi orang tua dengan jaman yang makin rusak kayak gini

    Like

    Reply
      1. ayanapunya

        yup. anak-anak sekarang udah nggak aman lagi main-main sendiri entah di lingkungannya atau sekolahnya. jangan-jangan ntar saking parno-nya anak nggak dibolehin keluar rumah lagi 😦

        Like

        Reply
        1. liamarta Post author

          Aduh jangan sampai deh. Kasian anak2nya gak bisa eksplorasi lingkungan luar dan sosialisasi sama orang2 kalo orang tuanya over protect gitu 😦

          Like

          Reply
  2. tqrb

    kasihan anak anak ya kak, masih kecil sudah mendapatkan pelecehan seksual, psikologis nya jadi tertekan, semoga aja tidak terjadi lagi kasus serupa di kemudian hari 😉

    Like

    Reply
    1. liamarta Post author

      Iya karena sekolah itu kan sekolah populer jadi langsung terbuka deh. Tapi pemberitaan yang detail terkait kasus di sekolah tsb juga bisa memicu munculnya kasus2 baru sih, orang lain jadi semacam terinsight gitu. 😦

      Like

      Reply
  3. Eka Azzahra

    komplit rangkumannya kak. walaupun gak hadir tapi kita yg baca dapat ilmunya juga 🙂
    aku bener-bener g sanggup nonton tv karena setiap hari selalu ada kasus baru, aku gak tega ngeliatnya :(. rasanya sekarang emang harus bener-bener super protektif sama anak.

    Like

    Reply
    1. liamarta Post author

      Semoga ilmunya ‘sampai’ ya, Eka. Menurutku penting banget orang2 tau mengenai antisipasi Child Sexual Abuse ini.

      Iya sama aku juga suka ngeri banget tiap lihat berita2 di TV. Mmm mungkin bukan super protektif ya, Eka. Tapi lebih ke waspada aja, kemarin pesan dari psikolognya juga sbg orang tua ga perlu paranoid dengan kondisi2 sekarang, tapi ortu harus teredukasi supaya tau do & don’t nya dalam menanggapi kasus2 begini 🙂

      Like

      Reply
  4. Ira

    memang lagi jadi isu banget yah topik yang satu ini, dan di kelas sering banget di bahas. Kalau turun langsung ke lapangan alias saat stase SD kemarin yah, miris banget deh ngeliat anak-anak yang udah tahu banyak kata tanpa tahu makna katanya, bullying di sekolah, emosi, bahkan ngomongin seks, duh bayak PR banget buat kita Martil.

    Like

    Reply
    1. liamarta Post author

      Tontonan juga mempengaruhi sih ya teh, anak2 kan melakukan apa yang ia lihat sehari2. Jadi inget beberapa hari lalu aku nonton salah satu sinetron tentang vampire dan serigala (yang mirip2 twilight), aduh itu adegannya berantem2 gitu, gimana anak2 ga mikir kalo bullying itu hal yang ‘wajar’ 😦

      Like

      Reply
  5. Pingback: Self Reminder | Coklat dan Hujan

  6. Dhona

    Pas bagi raport UTS di kelas anakku kemaren,ustazahnya juga bilang, ada anak yang suka ngomong2 tentang blue film gitu…katanya dia pernah nonton…
    Aku gemetar dengernya…..gak tau apa anakku ikut denger ato gak….tapi mo ditanyain secara halus, kuatir dia malah penasaran….hiksss…..
    Dampak ketidakperdulian orangtua seorang anak, bisa menyebabkan dampaknya merembet ke anak-anak lain……:-(

    Like

    Reply
    1. liamarta Post author

      Kalo kata bu Aida di kelas akber kemarin, kalo anak nanya seputar sex gitu, dijawab aja bu dan dijelaskan dengan muka lempeng. Kalo orang tuanya takut2 ngejawabnya, anak malah jadi penasaran dan cari tau sendiri, itu yang bahaya kan yah.

      Iya, tapi inti dari kelas Child Sexual Abuse kemarin, yang harus dikuatin itu ‘pertahanan’ si anak. Jadi meskipun lingkungannya gak baik tapi anak gak akan mudah terpengaruh karena pertahanan diri yang kuat tadi itu.

      Like

      Reply
      1. Dhona

        Bener banget Lia…..itu yg ingin aku pelajari,bagaimana menguatkan benteng pertahanannya, jadi dia siap dengan ‘serangan-serangan’ yang gencarnya minta ampun di zaman globalisasi ini….

        Like

        Reply
  7. Hafidh

    Miris, lihat kondisi yang sekarang kok ya ngga punya otak. yang nggak punya otak mah yang udah dewasa, kalo anak kecil mah masih belum bisa banyak mikir mana salah mana bener, duh.. tapi tuh saran dan langkah langkahnya jossss.. disimpen buat ndidik anak nantinya. 🙂

    Like

    Reply

Share your thoughts!